Strategi Bisnis Bengkel Las Arlin Husain: Meraup Untung dari Ekspansi Pasar Bentor Gorontalo ke Antar Pulau

Bentor Menggantikan Bendi: Kisah Evolusi Transportasi dan Laju Ekonomi Gorontalo Pasca-2000

Di jantung Kota Gorontalo, seabad yang lalu, suara tapak kaki kuda dan derit roda kayu adalah melodi utama kehidupan jalanan. Moda transportasi andalan masyarakat adalah Bendi, kereta beroda dua yang ditarik oleh kuda, simbol tradisi dan kebanggaan lokal. Bendi adalah ikon yang akrab di mata dan hati warga, melayani mobilitas dari pasar ke pelosok kota. Namun, seiring waktu, modernisasi tak terhindarkan.

Memasuki milenium baru, tahun 2000-an, Gorontalo menyaksikan sebuah revolusi roda tiga yang senyap namun masif. Sosok Bentor, singkatan akronim yang kini lebih populer, mulai menjamur dan mengambil alih peran Bendi. Bentor bukan sekadar kendaraan, ia adalah perwujudan kreatifitas dan pragmatisme masyarakat lokal, memadukan sepeda motor ‘bebek’ yang gesit dengan rancangan becak yang ringkas. Kehadirannya menggeser Bendi secara drastis, menjadikannya relik yang kian langka, terpinggirkan oleh efisiensi dan kecepatan. Kisah ini adalah tentang pergantian tahta transportasi, sebuah narasi tentang bagaimana inovasi lokal mengubah wajah Gorontalo, melahirkan industri baru, dan memacu perekonomian hingga meluas ke seantero Sulawesi.

Bengkel Las Bentor Arlin Husain

Bendi: Elegansi Masa Lalu yang Tergerus 

Untuk memahami Bentor, kita harus kembali ke Bendi. Angkutan tradisional ini telah melayani Gorontalo sejak lama, memberikan nuansa khas pada kota yang dijuluki “Kota Serambi Madinah” ini. Bendi, dengan tenaga kuda, menawarkan perjalanan yang santai dan berwibawa, seringkali menjadi penanda status sosial tertentu di masa lalu. Kusir Bendi, dengan kemahiran mengendalikan kudanya, adalah bagian integral dari lanskap sosial Gorontalo.

Namun, pesona tersebut mulai pudar di hadapan tuntutan zaman. Perawatan kuda yang memakan biaya besar, tantangan menjaga kebersihannya di tengah kota yang makin padat, serta laju perjalanan yang terlampau lambat bagi masyarakat modern, menjadi faktor-faktor pendorong utama kemundurannya. Apalagi ketika isu kebersihan kota dan pencapaian Adipura menjadi perhatian pemerintah daerah, keberadaan kotoran kuda menjadi persoalan yang harus dicarikan solusinya. Ini memberikan momentum kuat bagi munculnya alternatif yang lebih bersih dan efisien.

bendi

Sejak akhir tahun 1990-an, ketika Bentor pertama kali muncul, nasib Bendi Gorontalo semakin terpojok. Dari jumlah puluhan, kini Bendi hanya tersisa hitungan jari, beroperasi terbatas, lebih sebagai pemuas nostalgia atau pilihan untuk wisata, bukan lagi sebagai tulang punggung transportasi umum. Para kusir pun berangsur-angsur beralih profesi, banyak di antaranya justru mengambil alih kemudi Bentor. Mereka adalah saksi hidup dari transisi, dari derap kuda ke deru motor empat tak.

Bentor: Dari Kontroversi Nama Hingga Desain yang Unik 

Kedatangan Bentor di Gorontalo sekitar tahun 1997-1998 menandai era baru. Kendaraan ini segera memikat hati masyarakat karena keunggulannya dalam mobilitas. Bentor adalah kependekan yang mengandung filosofi dan sejarahnya sendiri.

Meskipun banyak yang secara awam mengira Bentor adalah singkatan dari "Becak Motor", sejarah awal penamaannya merujuk pada "Bendi Motor". Logika ini muncul karena rancangan awal Bentor memang dimaksudkan sebagai pengganti Bendi. Alih-alih kuda, Bentor menggunakan mesin motor bebek yang diletakkan di depan, menarik gerbong penumpang yang menyerupai kabin Bendi. Konsepnya adalah 'Bendi’ tanpa kuda, menjadikannya 'Bendi Motor' atau disingkat Bentor. Ini adalah upaya cerdas untuk melestarikan nama lokal sambil menerima mekanisasi. Inovasi ini bahkan mendapatkan payung hukum melalui Peraturan Daerah di tahun 2000-an, menjadikannya ikon resmi Gorontalo.

Bengkel Las Bentor Arlin Husain

Desain Bentor Gorontalo unik. Ia mengawinkan becak yang dimodifikasi dengan sepeda motor jenis bebek. Pengemudi duduk di belakang, sementara tempat duduk penumpang yang beratap dan berkapasitas 2-3 orang (bahkan bisa dipaksa hingga 5 orang dengan penumpang tambahan membonceng di belakang pengemudi) berada di depan. Posisi ini memberikan keunggulan tersendiri:

  • Aksesibilitas Tinggi: Motor bebek yang ramping memungkinkan Bentor lincah bermanuver dan masuk hingga ke lorong-lorong sempit (gang) permukiman yang sulit dijangkau mobil atau angkutan konvensional.
  • Kecepatan dan Efisiensi: Dibandingkan Bendi atau bahkan becak kayuh, Bentor jauh lebih cepat, memungkinkan penumpang mencapai tujuan dalam waktu singkat.
  • Kapasitas Angkut: Kapasitasnya yang memadai menjadikannya pilihan favorit keluarga kecil atau rombongan belanja.

Kombinasi faktor-faktor ini telah melambungkan Bentor sebagai raja jalanan di Gorontalo, menjadikannya bukan sekadar angkutan, melainkan denyut nadi kehidupan sosial-ekonomi masyarakat.

Ekspansi Bentor: Lahirnya Industri Bengkel Las 

Ledakan popularitas Bentor tidak hanya menciptakan lapangan kerja bagi para pengemudi, tetapi juga memicu pertumbuhan industri baru: bisnis pembuatan rangka Bentor. Meningkatnya permintaan dari hari ke hari secara otomatis mengubah banyak bengkel las biasa di Gorontalo menjadi bengkel spesialis pembuat kepala atau rangka Bentor.

Yang menarik, fenomena Bentor tidak berhenti di Gorontalo. Keunggulannya dalam mobilitas dan harga yang relatif terjangkau membuat Bentor mulai merambah ke provinsi-provinsi lain di Sulawesi, bahkan hingga ke Maluku Utara. Hari ini, Bentor sudah beroperasi dan menjadi angkutan umum yang populer di:

  • Makassar, Sulawesi Selatan
  • Kotamobagu, Sulawesi Utara
  • Luwuk, Sulawesi Tengah
  • Ternate, Maluku Utara (Berdasarkan informasi pemesanan dari pengusaha)

Ekspansi ini adalah bukti nyata dari keberhasilan Bentor sebagai solusi transportasi lokal yang diadopsi secara regional.

Bengkel Las Bentor Arlin Husain

Di tengah pesatnya pertumbuhan ini, muncul nama-nama pengusaha lokal yang menjadi motor penggerak. Salah satunya adalah Arlin Husain, seorang pengusaha pembuatan Bentor yang keahliannya dalam pengelasan dan desain motif telah membawa usahanya maju pesat.

Usaha Arlin Husain tidak main-main. Dengan mempekerjakan tiga belas orang karyawan, bengkelnya mampu mencapai kapasitas produksi maksimal hingga tiga puluh unit kepala Bentor dalam sebulan. Angka ini menunjukkan skala bisnis yang besar dan peranannya dalam penyerapan tenaga kerja lokal.

Arlin menawarkan unit kepala Bentor dengan harga yang bervariasi, berkisar antara 3,6 Juta hingga 5,5 Juta Rupiah. Harga ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti:

Bentuk dan Lebar Rangka: Kebutuhan ergonomi dan kenyamanan penumpang.

Kelengkapan Aksesori: Penambahan fitur-fitur seperti sound system, lampu variasi, atau desain motif khusus.

Keunggulan produk Arlin Husain yang membedakannya dari bengkel lain adalah desainnya yang tidak paten dan kemudahan perakitannya. Rangka Bentor buatannya bisa dicopot dengan mudah dari sepeda motor tanpa harus membawanya kembali ke bengkel. Fitur knock-down ini sangat diminati, terutama oleh pelanggan dari luar daerah seperti Makassar, Ternate, dan Kotamobagu, karena memudahkan pengiriman, perbaikan, dan perawatan. Inovasi kecil ini telah menjadikan Arlin Husain pemain kunci di pasar regional.

Dampak Sosial-Ekonomi dan Tantangan Masa Depan 

Popularitas Bentor membawa dampak ganda bagi Gorontalo. Dari sisi sosial-ekonomi, Bentor telah menjadi instrumen penting dalam mengurangi angka pengangguran. Dengan modal yang relatif terjangkau (hanya perlu sepeda motor dan biaya modifikasi), banyak warga yang menemukan mata pencaharian sebagai pengemudi Bentor. Keberhasilan ini bahkan memungkinkan banyak pengemudi Bentor untuk membiayai pendidikan anak-anak mereka, menegaskan peran Bentor sebagai tulang punggung ekonomi keluarga.

Namun, laju pertumbuhan Bentor juga tidak lepas dari tantangan. Jumlah Bentor yang mencapai ribuan unit bahkan melebihi kapasitas angkutan umum konvensional menimbulkan isu-isu krusial:

  1. Keselamatan dan Regulasi: Bentor seringkali dipertanyakan dari aspek keselamatan, terutama karena posisinya yang unik dan modifikasi yang dilakukan. Pemerintah daerah harus terus berupaya mensosialisasikan standar keselamatan dan penertiban uji berkala.
  2. Kemacetan Kota: Jumlah Bentor yang berlebihan, ditambah dengan desain yang lebar, seringkali dituding sebagai salah satu penyebab kemacetan di area-area padat kota.
  3. Persaingan dengan Angkutan Umum Resmi: Bentor, dengan keunggulan door-to-door service, menantang eksistensi angkutan umum kota (mikrolet/angkot) yang belum optimal pelayanannya.

Pemerintah daerah di Gorontalo telah berupaya menanggapi tantangan ini dengan membuat peraturan tentang pengoperasian Bentor, mengakui keberadaannya sebagai kendaraan ikonik sekaligus berusaha menata ketertibannya. Adopsi Bentor yang tinggi oleh masyarakat menunjukkan bahwa Bentor telah mengisi kekosongan pelayanan transportasi yang tidak dapat dipenuhi oleh moda lain, khususnya di area-area permukiman.

Kisah Bentor di Gorontalo adalah sebuah epik tentang keberlanjutan dan adaptasi. Bentor bukan hanya sekadar pengganti mekanis bagi Bendi; ia adalah sebuah evolusi budaya yang mencerminkan semangat pragmatisme dan kreativitas masyarakat Gorontalo.

Dari derap kaki kuda yang perlahan, beralih ke deru mesin motor yang gesit, Bentor telah mengubah peta jalanan, membuka peluang usaha baru seperti yang digeluti Arlin Husain, dan membawa nama Gorontalo melintasi batas-batas provinsi. Ketika Bendi kini hanya tersisa sebagai kenangan manis dan hiburan nostalgia, Bentor berdiri tegak sebagai simbol modernisasi yang berhasil, ikon yang terus bergerak cepat, membawa penumpang dan laju perekonomian Gorontalo menuju masa depan yang semakin dinamis. Inilah Bentor: warisan Bendi yang bermesin, kebanggaan Gorontalo yang beroda tiga.

Sumber : Bisnis Cerdas❗Usaha Bengkel pembuatan Bentor di Gorontalo

Arief Arcomedia

Komentar