Dari Modal 300 Ribu Menjadi Omzet Ratusan Juta: Kisah Inspiratif Alea Carolina, Pengusaha Slime Bintaro
Inspirasi Bisnis: Rahasia Alea Carolina Bangun Slime Bintaro dari Modal Kecil Hingga Ratusan Juta Rupiah
Siapa sangka, bisnis yang terlihat sederhana seperti slime (mainan berbentuk lendir elastis) bisa mengubah hidup seseorang? Inilah kisah inspiratif Alea Carolina, pengusaha muda wanita berusia 21 tahun yang membuktikan bahwa usia bukan batasan untuk sukses. Alea memulai usahanya saat masih berusia 16 tahun, berawal dari modal kecil Rp300.000 dan semangat besar untuk mencoba hal baru. Kini, "Slime Bintaro" menjelma jadi bisnis besar dengan omzet ratusan juta rupiah per bulan, ribuan resi setiap hari, dan dibantu 80 karyawan!
Usia 21 tahun bagi banyak orang adalah fase transisi, antara menyelesaikan pendidikan tinggi atau baru merintis karir awal. Namun, bagi Alea Carolina, usia ini adalah momen puncak dari sebuah perjalanan wirausaha yang dimulai lima tahun lalu, di usianya yang baru menginjak 16 tahun. Ia adalah pemilik dari dua merek dagang mainan yang kini melejit: Slime Bintaro dan Seven Colors. Dalam sebuah wawancara di saluran youtube Naik Kelas Alea membagikan kisahnya yang diharapkan dapat menginspirasi dan memotivasi wirausahawan lainnya.
Lahir pada tahun 2004, Alea memaparkan latar belakang keluarganya yang serba terbatas. "Aku bisa bilang susah ya. Jadi even waktu itu pas SMA orang tuaku itu ngutang buat bayar sekolah," kenangnya. Orang tuanya yang menikah muda membuat kondisi finansial saat itu belum terlalu stabil. Keterbatasan ini tergambar jelas dari uang jajan bulanannya. "Aku tuh even waktu itu tuh uang jajannya tuh dikit, 1 bulan tuh Rp300.000," ujar Alea. Jumlah tersebut, walaupun terkesan lumayan, harus digunakan Alea untuk memenuhi berbagai kebutuhannya selama berada di pesantren, mulai dari sabun hingga kebutuhan cuci lainnya. "Waktu itu konteksnya kayak aku merasa pas-pasan banget di situ," imbuhnya.
Titik Balik di Tengah Pandemi
Alea memulai bisnisnya pada tahun 2020, tepat di usia 16 tahun. Saat itu ia masih duduk di bangku SMA dan tengah menjalani masa pesantren. Namun, pandemi COVID-19 mengubah segalanya. "Waktu itu tuh pas SMA aku pesantren itu tuh COVID. Karena COVID akhirnya dipulangin kitanya," jelas Alea.
Di tengah kebosanan di rumah, Alea mulai terpapar tren di media sosial. "Aku lihat di TikTok lah ya. Jadi kebetulan FYP aku tuh orang bikin bisnis semua dan aku tuh kayak FOMO lah ya istilahnya kayak 'ih orang ini mereka bisa sukses dengan bikin bisnis sendiri, bisa punya penghasilan sendiri'," katanya. Rasa ingin tahu dan terpicu untuk sukses seperti mereka mendorong Alea untuk mencoba berbisnis.
Percobaan pertamanya adalah menjadi reseller produk ayahnya makanan hewan namun hasilnya jauh dari memuaskan. "Aku coba jual terus tapi juga itu kayak sebulan cuma kejual satu sampai dua," ungkapnya.
Titik terang muncul ketika ia mencoba membuat produk yang ia sukai: slime. "Waktu itu tuh aku kebetulan suka banget sama slime-nya pas SMA karena punya uang jajan sendiri akhirnya aku beli, beli bahan-bahannya aku bikin. Nah, ternyata hasilnya tuh menurut aku bagus dan mamaku bilang waktu itu kayak 'kenapa enggak coba dijual aja?'"
Dari sinilah Slime Bintaro lahir. Dengan modal awal yang sangat minim, Alea memulai semuanya. "Aku bisa bilang mungkin modalnya mungkin awal-awal Rp300.000-an sih," ujarnya. Modal ini ia ambil dari sebagian kecil uang jajannya. Ia memasukkan produknya ke Shopee. Awalnya, tidak ada penjualan selama dua minggu pertama. Namun, setelah tiga minggu hingga satu bulan, penjualan pertamanya akhirnya datang. "Alhamdulillah dari Allah, rezeki dari Allah sih. Enggak semuanya bisa kayak gini," syukurnya.
Strategi Bisnis dan Ekspansi Cerdas
Bisnis slime Alea pada dasarnya sederhana: produksi sendiri dan jual secara online melalui marketplace seperti Shopee, TikTok, dan platform lainnya, termasuk WhatsApp.
Namun, yang membedakannya adalah strategi ekspansi dan adaptasi terhadap teknologi. Ketika penjualan online di Shopee dan TikTok sudah mulai stuck (stabil dan sulit naik), Alea mulai mencoba saluran pemasaran lain, yaitu Facebook Ads dan Google Ads.
"Jadi kita coba ngiklanin di Facebook yang di mana target market-nya orang tua," jelas Alea. Strategi ini menyasar segmen orang tua yang mungkin tidak familiar dengan Shopee atau TikTok, sehingga mereka lebih memilih langsung menghubungi melalui WhatsApp (WA).
Penjualan melalui WA, meskipun efektif, memiliki tantangan tersendiri: kerumitan harga yang berbeda-beda dan kebutuhan akan fast response. Alea menyadari bahwa "kalau bisnis terutama jualan di WA tuh fast response segalanya."
Untuk mengatasi masalah ini, Alea mengambil langkah cerdas yang sangat modern: mengadopsi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Ia menggunakan aplikasi bernama Hello AI, yang berbasis chat GPT.
"Hello AI itu basisnya chat GPT. Nah, dia tuh kayak bisa balas customer secara fast response dan AI-nya tuh always learning," papar Alea. Solusi ini benar-benar mengubah operasionalnya. "Itu tuh benar-benar ngebantu aku buat hemat waktu banget dan fast response karena benar-benar bisa 24 jam si Hello AI bales si customer," tambahnya.
Efeknya langsung terasa: balas chat jadi jauh lebih cepat, operasional customer service lebih rendah, dan otomatis penjualan meningkat. Keunggulan AI agent ini, menurut Alea, adalah kemampuannya untuk berinteraksi secara natural dan bisa dilatih sesuai SOP bisnis, bahkan mampu mengecek stok, ongkir, hingga mengirim invoice.
Alea menyebutkan bahwa meskipun harga produknya relatif murah, omzetnya kini stabil di angka ratusan juta rupiah per bulan.
Puncak pertumbuhan terjadi di tahun 2024. Jika di tahun-tahun awal Alea fokus pada operasional (produksi, gudang, packing dilakukan sendiri), di tahun 2024 ia sudah bisa lebih fokus ke marketing dan content creation. "Di 2024 itu sempat pecah telur 1000 per hari," katanya. Konsistensi ini membawa Slime Bintaro ke level yang lebih tinggi, mencapai 2.000 resi per hari di akhir 2024.
Peran Mentor dan Perkembangan Tim
Meningkatnya omzet tentu membutuhkan tim yang solid. Pada awalnya, Alea merintis semuanya sendiri. Titik balik besar dalam pengembangan tim terjadi di tahun 2021.
Saat ia harus kembali ke pesantren setelah periode COVID, ia sadar tidak bisa menjalankan bisnis tanpa bantuan. "Akhirnya di situ aku mulai berani hire orang," ujarnya. Saat itu, ia merekrut sekitar lima orang yang bertugas utama untuk produksi dan packing.
Perkembangan timnya terus meningkat:
- 2021: Mulai berani hire 5 orang.
- 2022: Jumlah tim mencapai sekitar 11 orang.
- 2023: Titik balik terbesar terjadi.
Di tahun 2023, Alea mulai serius belajar tentang marketing seiring naiknya TikTok Shop. Namun, faktor terbesar yang mengubah hidupnya adalah kehadiran mentor.
"Aku lihatlah di TikTok ih yang beliau bahas ini stage-nya sama nih sama yang aku lagi masalahin," tutur Alea. Ia lalu menghubungi mentor tersebut dan mendapat sesi coaching.
Mentornya membuka mata Alea terhadap potensi besar yang dimilikinya. "Tadinya enggak punya mimpi setinggi ini. Aku kayak cuma datar aja," akunya. Ia yang terbiasa bekerja keras hanya untuk menyelesaikan masalah harian, kini diarahkan untuk memfokuskan energi pada strategi masa depan.
"Daripada fokus nyelesain masalah sehari-hari mendingan kamu fokus ngestrategiin masa depan," pesan mentornya. Nasihat ini mengubah segalanya. Alea mulai merekrut tim-tim strategis: tim marketing, HR, dan accounting, masing-masing satu-satu. "Pelan-pelan otomatis bisnisnya naik," katanya.
Ketika tim HR sudah direkrut, penggandaan jumlah tim bisa berjalan jauh lebih cepat. Di awal 2024, jumlah tim mencapai 50-60 orang, membuat operasional dan marketing berjalan lancar. "Sampai akhirnya 2024 akhir kita udah ada 80 tim," kata Alea bangga. Jumlah 80 tim ini adalah bukti nyata dari perkembangan bisnisnya yang luar biasa.
Filosofi Sukses: Konsistensi dan Upgrade Diri
Kesuksesan Alea tidak hanya ditopang oleh produk yang tepat dan momentum yang pas. Ada dua faktor internal yang ia yakini sangat berperan, di luar rezeki dari Tuhan: Konsistensi dan Upgrade Ilmu.
1. Konsisten Bekerja
Alea dikenal sangat disiplin. "Aku even dari 2022 selalu kerja 8 jam 1 hari di weekday, 8 to 5. Enggak pernah enggak," tegasnya. Bahkan ketika ada jadwal lain seperti kuliah atau bertemu orang, ia mengganti jam kerjanya di akhir pekan. "Enggak pernah bolong sampai sekarang," ujarnya.
Disiplin ini ia jaga hingga kini, bahkan setelah memiliki 80 karyawan. "Sampai sekarang aku punya 80 tim pun aku enggak pernah sekalipun yang namanya bolos kerja sih, tim aku juga bisa lihat aku enggak pernah telat juga," jelasnya.
2. Konsisten dalam Upgrade Ilmu
Selain bekerja, Alea menekankan pentingnya terus belajar dan merasa tidak puas dengan ilmu yang ada. "Aku ngerasa aku itu belum puas lah gitu. aku pengin kayak ngembangin lagi bisnis aku dan itu perlu konsisten," katanya. Ia memaksa dirinya untuk terus semangat, belajar, dan bekerja.
Alea memiliki metode unik untuk menjaga produktivitasnya: ia mencatat kegiatan hariannya dari jam ke jam, bahkan menit ke menit, untuk menghindari "otak yang bisa bohong". Ia mencatat aktivitasnya dan mengevaluasinya setiap minggu. Dengan data ini, ia bisa mengukur apakah dirinya sudah produktif atau belum.
"Aku jaga mati banget itu kayak istilahnya selama aku kerja itu handphone aku not even nyentuh TikTok, Instagram, YouTube, Netflix sekalipun," ungkap Alea, menekankan pentingnya fokus total saat bekerja untuk melatih otak agar terbiasa mendapatkan dopamin atau kesenangan dari kerja itu sendiri.
Makna Uang dan Visi Besar
Setelah mencapai omzet ratusan juta per bulan, Alea mengaku perasaannya sudah "biasa saja" karena mencapai titik tertentu di mana uang tidak lagi menjadi motivasi utama.
"Aku ngerasa kayak aku tuh enggak terlalu ngejar uang. Kenapa? Karena aku lebih suka ngejar kayak kalau buat sekarang ya ilmu baru, terus juga teman baru, sama kayak ngelola tim," ungkapnya. Uang yang didapatnya banyak dihabiskan untuk investasi di bidang tersebut.
Ia juga tidak banyak menghabiskan uang untuk barang-barang mewah. "Paling cuma kayak mobil terus kayak bisa ngasih orang tua. Sisanya tuh benar-benar aku alihin lagi ke bisnis kayak ini sewa kantor baru, terus juga aku buat gudang," katanya. Alea berpandangan bahwa pembelian barang bisa menjadi liabilitas, sehingga ia memilih memutar uangnya untuk aset dan tabungan. "Aku enggak bahagia di situ sih. Belum belum gitu mungkin titiknya ya," tambahnya.
Visi besar Alea dan Slime Bintaro pun tak main-main. "Visi besar kita itu kita mau jadi brand sensori nomor satu di Asia," tegasnya. Mereka menjadikan Lego sebagai benchmark bisnis, bercita-cita menjual produk di mall, bekerjasama dengan film, dan mendunia.
"Mimpi kita justru brand lokal ke dunia," harapnya.
Pesan untuk Anak Muda
Di akhir wawancara, Alea menyampaikan pesannya untuk anak muda yang ingin memulai usaha:
1. Konsisten dan Produktif: "Pokoknya kalau udah punya mimpinya apa, punya mimpi dulu, akhirnya bedah dulu sehari-hari mau ngapain, lakuin terus tiap hari." Ia berharap anak muda bisa lebih produktif dan konsisten.
2. Bikin Komunitas: Alea merasa struggle terbesar yang ia hadapi adalah kurangnya rekan sebaya yang punya bisnis, karena ia seringnya berinteraksi dengan pengusaha yang jauh lebih senior. Ia mengajak anak muda untuk berani berbisnis dan membuat komunitas. "Ayo bikin community kita anak muda kumpul bareng-bareng, sukses, saling tukar pikiran."
3. Jangan Berhenti Belajar: Pesan penutupnya adalah: "Jangan pernah berhenti belajar sampai kapanpun itu, terus upgrade diri, bikin diri kamu pantes buat bikin bisnis tersebut."
Kisah Alea Carolina, yang merangkak dari uang jajan Rp300.000 menjadi pemilik bisnis dengan omzet ratusan juta dan 80 karyawan, adalah bukti nyata bahwa dengan konsistensi, kemauan belajar, dan keberanian untuk bermimpi besar, usia muda bukanlah halangan untuk mencapai kesuksesan yang luar biasa.
Sumber : Ch.ytb. Naik Kelas
Modal 300 Ribu Kini Sukses jadi Pengusaha Muda
Komentar
Posting Komentar