Shattering Optimism, Shaking Up the Economy: Finance Minister Purbaya Yudhi Sadewa's Aggressive Vision
Jakarta, Oktober 2025. Dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Media Group, suasana tegang yang sering menyelimuti diskusi ekonomi serius mendadak mencair ketika Menteri Keuangan Republik Indonesia, Purbaya Yudhi Sadewa, naik ke atas panggung. Dengan gaya bicara yang lugas, ceplas-ceplos, namun penuh percaya diri, Purbaya tidak hanya menyampaikan closing remarks, tetapi juga sebuah deklarasi ambisius: mentransformasi fondasi ekonomi Indonesia untuk tumbuh jauh melampaui "angka nyaman" 5% mencapai akselerasi yang disebutnya sebagai "breaking optimism."
Menjabat sebagai Menteri Keuangan di Kabinet Merah Putih Presiden Prabowo Subianto, Purbaya memahami betul bahwa posisinya adalah salah satu kunci utama dalam mewujudkan janji pertumbuhan ekonomi 8%. Sambil berkelakar tentang kritik yang ia terima dan candaan kepada CEO Media Group, Bapak Muhammad Mirdal Aqib, dan Presdir Metro TV, Bapak Arif Suditomo, intisari dari pidatonya adalah perbaikan fundamental yang harus dilakukan segera.
Mendobrak Keseimbangan Lama: Menciptakan Ruang Tumbuh Lebih Cepat
Purbaya mengawali pemaparannya dengan menyoroti capaian triwulan kedua yang mencapai 5,12%, angka yang menurutnya adalah "ajaib" jika dikaitkan dengan narasi pencapaian 8%. Namun, di balik angka positif tersebut, ia tegas mengatakan bahwa kerentanan masih ada. Merujuk pada periode sebelumnya, ia menganalisis bahwa kebijakan ekonomi yang tidak terlalu menciptakan ruang untuk ekonomi tumbuh lebih cepat telah mengakibatkan perlambatan signifikan dan tekanan sosial.
"Kali ini syukurlah bukan breaking news ya, tapi breaking optimism," ujarnya, disambut tepuk tangan hadirin.
Langkah pertama yang telah ia lakukan sebagai Menteri Keuangan adalah manuver likuiditas yang berani. Ia mengakui, "Yang saya lakukan cuma mindahin uang 200 triliun dari BI ke perbankan. Udah titik." Tindakan ini, yang ia sebut bukan perubahan anggaran melainkan kebijakan yang memiliki dampak besar, bertujuan untuk mengatasi sistem perbankan yang "kering" dan menyuntikkan uang yang cukup untuk kembali menggerakkan perekonomian.
Dampak langsung dari injeksi likuiditas ini, menurut Purbaya, adalah meningkatnya optimisme di pasar, yang tercermin dari kenaikan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG sempat menembus level tertinggi sepanjang sejarah, 8.257,86. Purbaya ingin perbaikan ini bukan hanya sesaat.
Strategi Akselerasi: Fondasi Moneter dan Fiskal yang Ekspansif
Purbaya menekankan pentingnya peran moneter yang tepat. Mengutip ajaran dasar moneter, ia mengkritik kebijakan yang hanya berfokus pada suku bunga. "Untuk menentukan kebijakan moneter longgar atau ketat jangan lihat dari suku bunga. Tapi lihatlah laju pertumbuhan uang beredar (base money)," tegasnya.
Purbaya menunjukkan data historis yang membandingkan pertumbuhan uang M0 (base money) dan pertumbuhan kredit di era Presiden SBY dan Presiden Jokowi. Analisisnya menunjukkan adanya "mesin ekonomi yang pincang" selama 20 tahun terakhir.
- Era SBY: Pertumbuhan M0 kencang (rata-rata 17%) yang menghasilkan pertumbuhan kredit rata-rata 22%. Ini menandakan sektor swasta (private sector driven growth) yang hidup, sementara peran belanja pemerintah santai.
- Era Jokowi: Pertumbuhan M0 rendah, bahkan sempat negatif. Sektor riil (real sector) "dicekik" sementara pembangunan infrastruktur pemerintah gencar.
Visinya adalah mengaktifkan kedua mesin pertumbuhan secara simultan: private sector dan government sector. "Kalau kita tumbuhin dua-duanya gimana? Saya punya private tambah government pasti ada kan? Pasti enam lebih. Gampang," katanya dengan percaya diri.
Injeksi Rp200 triliun adalah langkah awal untuk menggerakkan sektor swasta. Purbaya menyebutkan bahwa pertumbuhan M0 saat ini sudah mencapai 13,2%, menunjukkan bahwa likuiditas di sistem finansial sudah bertambah signifikan dan mulai disalurkan dalam bentuk tambahan kredit oleh bank-bank Himbara.
Mengelola Anggaran Negara: Dari Tumpukan Uang Nganggur ke Produktivitas
Sebagai Menteri Keuangan, Purbaya menunjukkan data yang mencengangkan mengenai inefisiensi pengelolaan uang negara.
- Uang Pemerintah di Bank Sentral: Ia memaparkan bahwa uang pemerintah sempat menumpuk hingga Rp800 triliun di Bank Indonesia (BI), uang yang seharusnya bisa disalurkan untuk mendorong perekonomian. Purbaya menyebut ini sebagai "dosa" karena uang tersebut tidak bisa digunakan oleh sektor swasta maupun pemerintah untuk membangun. Kebijakannya adalah menyalurkan uang tersebut ke perbankan komersial.
- Uang Daerah Nganggur: Purbaya juga menyoroti Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah Daerah (Pemda) yang menganggur di bank-bank daerah, mencapai sekitar Rp54 triliun per Agustus. Ia mengancam untuk memotong anggaran ke daerah jika penyerapan anggaran tidak diperbaiki, tetapi berjanji akan menambahnya jika penyerapan anggaran bagus dan tidak ada penyelewengan.
- Uang Pusat dalam Simpanan Berjangka: Bahkan di tangan Pemerintah Pusat sendiri, Purbaya mencurigai adanya uang nganggur hingga Rp285,6 triliun dalam bentuk simpanan berjangka pada tahun 2025. Ia berjanji akan menginvestigasi uang-uang ini untuk memastikan bahwa cara belanja sudah optimal sebelum menggerakkan kebijakan lain.
Reformasi Struktural dan Strategi Debottlenecking
Pertumbuhan yang tinggi tidak hanya bergantung pada likuiditas dan belanja, tetapi juga pada iklim investasi. Purbaya berjanji untuk memperbaiki iklim investasi yang selama ini terhambat oleh peraturan yang bertumpuk tinggi dan perizinan yang rumit.
Untuk mengatasi hambatan struktural ini, ia akan membentuk Tim Debottlenecking bersama Menko Perekonomian dan menteri terkait. Tim ini akan menerima pengaduan dari pelaku bisnis dan menggelar sidang gelar perkara setiap minggu untuk membereskan kebijakan-kebijakan di lapangan yang menghambat pertumbuhan ekonomi. Purbaya menceritakan pengalamannya memimpin tim serupa di Kemenko yang berhasil menyelesaikan 193 perkara investasi senilai Rp890 triliun, bahkan berkelakar bahwa ia telah menjadi "hakim tingkat Abu Nawas."
Memperkuat UMKM dan Menjaga APBN
Purbaya menegaskan bahwa pertumbuhan yang agresif harus diimbangi dengan pemerataan manfaat pembangunan dan stabilitas nasional yang dinamis, sejalan dengan filosofi Sumitronomics. Hal ini dilakukan melalui program-program yang langsung menyentuh rakyat, seperti yang kini digencarkan oleh Presiden Prabowo, dan memperkuat sektor UMKM yang selama ini hanya disebut sebagai "pahlawan" tanpa program yang jelas.
Mengambil contoh Korea Selatan, ia mencontohkan negara tersebut mendukung UMKM secara serius, dengan bank dan lembaga pendidikan khusus, serta kewajiban bagi bank untuk menyalurkan minimal 40% pinjaman ke UMKM. Purbaya berjanji akan mendorong kebijakan yang lebih pro-UMKM di masa depan.
Mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Purbaya berjanji untuk menjaga defisit APBN di bawah 3% dari PDB, meskipun ia berpendapat bahwa standar 3% itu "arbitrary" (sewenang-wenang) dibandingkan dengan negara-negara G20 lain. Ini adalah strategi kehati-hatian untuk meredam kritik dari media dan pengamat luar yang selalu mengincar isu fiscal sustainability. Ia juga berencana meningkatkan penerimaan pajak melalui:
- Menghidupkan Sektor Swasta (Private Driven Growth): Dengan menggerakkan sektor swasta, ia memprediksi peningkatan tax ratio secara otomatis yang bisa menambah pendapatan pajak.
- Pemberantasan Penyelundupan: Purbaya mengumumkan akan ada penangkapan besar-besaran terhadap pelaku penyelundupan rokok, tekstil, dan baja, tanpa pandang bulu, untuk meningkatkan tax ratio dan melindungi industri domestik.
Target Pertumbuhan dan Janji Hadiah
Menteri Purbaya mengakhiri pidatonya dengan proyeksi optimistis. Ia meyakini, dengan strategi fiskal dan moneter yang ekspansif namun hati-hati, ekonomi Indonesia tahun depan bisa mendekati 6% atau lebih sedikit. Pertumbuhan akan terus diakselerasi di tahun-tahun berikutnya, yang menurutnya sudah bisa memberi gambaran pencapaian target 8% pada tahun 2029.
"Saya yakin pelan-pelan ekonomi akan tumbuh lebih cepat. Tapi enggak langsung besok 8% ya. Tahun depan mungkin bisa mendekati 6% atau lebih. Tahun depannya lebih cepat lagi. Tahun depannya lebih cepat lagi... Anda siap-siap kaya bersama dengan saya," tutupnya, seraya disambut tawa dan tepuk tangan.
Pidato Purbaya Yudhi Sadewa adalah lebih dari sekadar closing remarks; ini adalah cetak biru reformasi ekonomi yang agresif, mengombinasikan manuver likuiditas jangka pendek dengan perbaikan struktural jangka panjang, didukung oleh semangat "optimisme yang diciptakan bukan tanpa alasan."
Arief Arcomedia
0 Response to "Memecah Optimisme, Menggebrak Ekonomi: Visi Agresif Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa"
Posting Komentar