Modal Nekat, Berkah Hebat di Tengah Pandemi
Nama usaha seringkali mencerminkan harapan dan doa sang pendiri. Bagi seorang ibu di Gorontalo, nama Family Catering bukan sekadar label, melainkan wujud nyata dari sebuah perjuangan yang dibangun bersama orang-orang terdekat, terutama saat badai pandemi menerjang. Kisah ini berawal dari sebuah titik balik, di mana keterpurukan justru menjadi pijakan untuk melompat lebih tinggi.
Dari Kantin Sekolah Menuju Dapur Katering
Sebelum mendirikan Family Catering, kehidupan sang ibu dan keluarganya berputar di sekitar kantin sekolah. Mereka mengelola kantin yang menjadi tumpuan rezeki sehari-hari. Namun, di penghujung tahun 2019, dunia dikejutkan dengan kehadiran virus Corona. Sekolah-sekolah ditutup, dan roda usaha mereka pun ikut terhenti.
"Semua pada berhenti," kenangnya. "Jadi ada mulai dari waktu itu ibu-ibu usaha kantin sudah tidak punya pekerjaan lagi, sekolah-sekolah ditutup."
Alih-alih menyerah, naluri bertahan hidup justru mendorongnya untuk berpikir cepat. Acara-acara seperti pernikahan, meski sederhana, tetap berlangsung. Inilah yang menginspirasi sang ibu untuk merintis usaha baru: katering. Ia mengajak ibu-ibu lain yang senasib sepenanggungan untuk bergabung. Mereka yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi, kini menemukan harapan baru di dapur Family Catering.
"Pokoknya modal nekat saja, tetap masa pandemi ini akan berakhir," tegasnya.
Strategi Rasa dan Kualitas Kunci Kepercayaan Pelanggan
Memulai bisnis katering di tengah pandemi, apalagi di desa yang jauh dari hiruk pikuk kota, adalah tantangan besar. Berlokasi di wilayah Kecamatan Tapa Bulango, Gorontalo, Family Catering harus berhadapan dengan banyak pesaing. Namun, sang ibu punya strategi andalan.
"Strategi kami itu ada pada rasa dengan kualitas," ujarnya. "Itu yang menjaga kepercayaan konsumen di situ."
Awalnya, mereka hanya menerima pesanan nasi kotak. Seiring waktu, pesanan berkembang menjadi acara keluarga. Namun, mereka belum memiliki peralatan yang memadai. Dengan modal dari pinjaman, sang ibu mulai melengkapi perlengkapan dapur dan tempat usahanya. "Mulai tahun 2020 itu mulai membeli alat-alatnya, mulai disediakan alat-alatnya, yang dulunya belum ada."
Fokus pada rasa dan kualitas ini membuahkan hasil. Family Catering mulai dikenal luas dari mulut ke mulut. Hingga kini, jarang sekali ada komplain dari pelanggan. Kepercayaan yang terbangun ini berkat kerja sama tim yang solid dan profesionalisme dalam melayani. "Kerja sama yang baik dengan pekerja," jawabnya saat ditanya rahasia menjaga kualitas.
Baca Juga : Perjalanan Rampi Yusuf, dari Hobi Hingga Membangun Bisnis Kreatif
Dapur yang Tak Pernah Tidur
Berawal dari empat orang karyawan, kini Family Catering memiliki delapan karyawan tetap. Jumlah ini bisa bertambah hingga 12 orang saat musim pesta tiba, karena dominan diisi oleh keluarga.
Ketika musim pesta, dapur Family Catering seolah tak pernah istirahat. Dalam sebulan, mereka mampu memproduksi hingga lebih dari 100 meja pesanan. Di hari-hari tersibuk, mereka bahkan bisa melayani 15 meja dalam satu hari, terbagi di pagi dan malam hari.
"Sampai 5 lokasi itu," imbuhnya, menggambarkan bagaimana timnya bergerak cepat untuk melayani pesanan di berbagai tempat. Jangkauan mereka pun cukup luas, hingga ke wilayah terjauh seperti Paguyaman dan Bulango Ulu.
Untuk memastikan semua pesanan siap tepat waktu, mereka memulai masak dari dini hari, terutama jika pesanan banyak. "Kalau pesanan banyak biasanya start dari jam 03.00 dini hari," ungkapnya.
Strategi Harga dan Antisipasi Kenaikan Bahan Pokok
Family Catering menawarkan beberapa pilihan paket dengan harga bervariasi, disesuaikan dengan kebutuhan pelanggan. Mulai dari paket termurah seharga Rp 3.250.000 hingga paket Rp 4.000.000 per meja.
Paket Rp 3.250.000: Mencakup 10 menu lauk ikan, es buah, satu macam kue, dan air mineral. Paket ini bisa melayani 80-90 orang.
Paket Rp 4.000.000: Menawarkan 14 menu lauk ikan, nasi, dua macam kue, es buah, air mineral, dan puding. Paket ini bisa melayani hingga 150 orang.
Namun, menjalankan bisnis katering di tengah fluktuasi harga bahan pokok tidaklah mudah. Kenaikan harga minyak goreng, cabai, dan rempah-rempah menjadi tantangan tersendiri. Untuk menyiasatinya, Family Catering memilih untuk tidak menaikkan harga secara drastis, melainkan menambah harga per paket sekitar Rp 250.000.
"Sekarang persaingan usaha tidak bisa mengambil untung banyak, apalagi bahan-bahan semakin mahal," jelasnya. Dengan cara ini, mereka berharap tidak terlalu membebani konsumen.
Ujian dan Tantangan dalam Perjalanan Usaha
Sebagai pengusaha katering, berbagai pengalaman telah dilalui, termasuk pembatalan pesanan yang tak terduga. "Ada... banyak," ceritanya. Ada yang sudah survei lokasi, tetapi tiba-tiba membatalkan. Namun, ia tak pernah bimbang. "Tidak apa-apa namanya kan usaha, tapi ada lagi yang lain yang masuk pesanan."
Pernah juga terjadi kesalahan informasi terkait jadwal pemesanan yang disampaikan oleh perantara. Untungnya, kesalahan ini dapat diatasi karena ada pesanan lain di lokasi yang berbeda, hanya berselang beberapa jam.
Kini, Family Catering tidak hanya menyediakan jasa boga. Mereka juga berinovasi dengan menyediakan paket lengkap, termasuk peminjaman tenda dan sound system. Tenda yang digunakan bahkan milik sendiri, menunjukkan komitmen mereka untuk memberikan layanan terintegrasi.
Video selengkapnya disini :
Kisah Family Catering adalah bukti nyata bahwa semangat, kerja keras, dan modal nekat dapat mengubah tantangan menjadi peluang. Kepercayaan konsumen, yang dijaga dengan kualitas rasa, menjadi fondasi utama kesuksesan. Dan yang terpenting, "bismillah saja, yang penting kita menjaga kepercayaan konsumen," pesan sang ibu, merangkum filosofi bisnisnya yang sederhana namun penuh makna.
Arief Arcomedia





Komentar
Posting Komentar