Menyelami Filosofi "Adat Bersendikan Syara', Syara' Bersendikan Kitabullah" di Gorontalo

Gorontalo dikenal sebagai Serambi Madinah, adalah salah satu dari 19 wilayah hukum adat di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa Gorontalo memiliki sistem hukum, nilai, dan norma adat sendiri untuk mengatur masyarakatnya. Keberadaan sistem ini juga membuktikan bahwa masyarakat Gorontalo telah lama memiliki peradaban yang mapan.


Filosofi Adat yang Melekat Kuat

Jantung dari peradaban Gorontalo adalah falsafah hidup "Adat Bersendikan Syara', Syara' Bersendikan Kitabullah." Filosofi ini, yang berarti adat berlandaskan pada syariat Islam dan syariat berlandaskan Al-Qur'an, telah terbentuk sejak abad ke-17 pada masa pemerintahan Raja Eato. Filosofi ini telah menjadi payung hukum utama dalam setiap kegiatan adat dan budaya di Gorontalo.

Penerapan filosofi ini dapat dilihat dalam upacara adat penting, seperti "Pulanga", yaitu upacara pemberian gelar adat kepada tokoh masyarakat yang berjasa. Dalam upacara ini, perwakilan dari lima "pohala'a" (kerajaan adat) berkumpul untuk memberikan gelar. Kelima pohala'a tersebut adalah Gorontalo, Limboto, Suwawa, Boalemo, dan Atinggola. Selama prosesi, para tokoh adat akan menyampaikan "tuja'i", yaitu petuah atau nasihat dalam bahasa adat. Tuja'i ini bukan sekadar nasehat biasa, melainkan juga berisi peringatan, perintah, dan larangan yang bersumber langsung dari ayat-ayat suci Al-Qur'an, yang harus diamalkan oleh penerima gelar.



Tantangan Adat di Era Modern

Meskipun penerapan adat di Gorontalo telah berjalan optimal, tantangan tetap ada, terutama akibat globalisasi. Budaya asing yang masuk berpotensi menimbulkan krisis moral jika tidak diimbangi dengan pemahaman adat yang kuat. Oleh karena itu, Dewan Adat Gorontalo secara rutin menyelenggarakan seminar dan sosialisasi untuk terus menanamkan nilai-nilai adat kepada masyarakat.

Namun, beberapa kalangan menilai bahwa ada beberapa praktik adat, seperti dalam pernikahan atau syukuran, yang penerapannya perlu diluruskan agar tidak bertentangan dengan filosofi "Adat Bersendikan Syara', Syara' Bersendikan Kitabullah." Kritik ini menjadi pengingat penting bahwa nilai-nilai adat harus terus dijaga agar selaras dengan ajaran Islam.



Pada akhirnya, falsafah yang berakar kuat pada Al-Qur'an ini bukan hanya sekadar slogan, melainkan cerminan perilaku hidup masyarakat Gorontalo. Nilai-nilai yang terkandung dalam norma adat-istiadat ini menjadi panduan moral yang menuntun masyarakat dalam menghadapi berbagai perubahan zaman.

Posting Komentar

0 Komentar