Ada 5 Aset yang Wajib Kamu Tinggalkan Sebelum Resesi Global Menghantam

Strategi Finansial Hadapi Resesi Global 

Halo, rekan-rekan Jejak Wirausaha!

Banyak pengusaha dan investor di Indonesia yang belum sepenuhnya menyadari bahwa ekonomi global bergerak dalam siklus yang tak terelakkan. Ada masa pertumbuhan yang meledak, namun ada pula masa koreksi tajam yang kita kenal sebagai resesi. Masalahnya, resesi bukanlah sesuatu yang bisa kita pilih untuk hindari; ia adalah kepastian sejarah yang akan terjadi dalam fase hidup kita.

Resesi Global Keuangan

Mungkin dampaknya tidak terasa hari ini atau tahun depan, namun tanda-tanda menuju 2030 menunjukkan bahwa ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja. Utang negara-negara besar kian membengkak, dan ketegangan geopolitik semakin memicu ketidakpastian pasar. Sayangnya, banyak orang merasa aman hanya karena mereka memiliki "aset". Padahal, dalam kondisi krisis, tidak semua aset diciptakan sama.

Banyak orang terjebak bukan karena mereka kekurangan modal, melainkan karena salah menempatkan kekayaan mereka. Artikel ini akan mengupas tuntas lima jenis aset yang seringkali memberikan rasa aman palsu namun berisiko membuat posisi finansial Anda rapuh saat ekonomi melambat.

1. Saham Spekulatif: Jebakan "Gorengan" Tanpa Fundamental

Jebakan pertama yang paling sering melahap modal para wirausahawan adalah saham-saham spekulatif atau yang populer dengan sebutan saham gorengan. Di masa ekonomi sedang bergairah, saham jenis ini seringkali terbang tinggi karena narasi yang menggiurkan—mulai dari isu akuisisi hingga janji teknologi masa depan yang tidak masuk akal.

Mengapa Ini Berbahaya?

Saham gorengan biasanya tidak didukung oleh kinerja perusahaan yang stabil. Perusahaannya mungkin rugi bertahun-tahun, arus kasnya negatif, namun valuasinya sengaja digelembungkan oleh spekulan. Saat resesi datang, likuiditas di pasar modal akan mengering seketika. Investor besar akan segera beralih ke aset yang lebih aman (safe haven).

Apa yang terjadi pada pemegang saham gorengan? Anda akan melihat nilai modal Anda rontok hingga 60%, bahkan 90%, tanpa ada pembeli yang mau menampung saham tersebut di harga bawah. Ingatlah fenomena rontoknya saham-saham startup pada 2021-2022; banyak yang berubah menjadi "perusahaan zombie" dalam sekejap.

Strategi bagi Jejak Wirausaha:

Jadilah investor, bukan spekulator. Fokuslah pada perusahaan dengan free cash flow yang positif dan bergerak di sektor defensif seperti logistik, konsumsi pokok, atau energi. Perusahaan yang tetap dibutuhkan saat krisis adalah tempat terbaik untuk memarkir modal Anda.

2. Properti dengan Leverage Tinggi: Bom Waktu di Balik Sertifikat

Bagi pembaca Jejak Wirausaha, properti seringkali dianggap sebagai investasi paling aman. Namun, properti menjadi aset yang sangat berbahaya jika dibeli menggunakan utang bank yang berlebihan (overleverage).

Ilusi Passive Income

Banyak orang membeli ruko atau apartemen kedua dan ketiga dengan harapan uang sewa bisa menutupi cicilan bank. Strategi ini sangat berisiko saat resesi karena dua hal:

  1. Daya Beli Menurun: Saat ekonomi melambat, penyewa akan berkurang. Ruko atau apartemen Anda berisiko kosong selama berbulan-bulan.
  2. Suku Bunga Floating: Di tengah krisis, bank seringkali menaikkan suku bunga untuk menahan inflasi. Cicilan Anda yang tadinya stabil bisa melonjak drastis tepat di saat pemasukan Anda dari bisnis utama mungkin sedang terganggu.

Krisis Properti 2008

Sejarah mencatat bahwa krisis finansial global 2008 dipicu oleh kegagalan pembayaran kredit properti. Banyak orang kehilangan segalanya karena nilai properti mereka jatuh di bawah sisa utang mereka di bank (negative equity). Properti adalah aset yang tidak likuid—Anda tidak bisa menjualnya dalam sehari untuk mendapatkan uang tunai.

Resesi Global Keuangan

3. Uang Tunai di Tabungan Tanpa Strategi: Inflasi sebagai Pencuri Diam-Diam

Menyimpan banyak uang tunai di bank terdengar bijaksana saat krisis, namun tanpa strategi yang jelas, nilai uang Anda sebenarnya sedang digerogoti oleh inflasi.

Ancaman Suku Bunga Riil Negatif

Saat terjadi resesi, pemerintah seringkali melakukan pelonggaran moneter atau mencetak uang untuk menstimulasi pasar. Hal ini memicu inflasi yang lebih tinggi. Jika Anda menaruh uang di deposito dengan bunga 3% sementara inflasi mencapai 6%, secara riil kekayaan Anda menyusut 3% setiap tahunnya.

Di beberapa negara maju, menabung di bank saat resesi bahkan memberikan bunga mendekati 0% atau minus. Uang tunai hanya berguna jika Anda tahu cara menggunakannya sebagai "peluru" untuk membeli aset lain yang harganya jatuh, bukan untuk didiamkan menganggur di bawah bantal atau di rekening tabungan biasa.

4. Barang Mewah: Gengsi yang Menguras Likuiditas

Barang mewah seperti jam tangan bermerek, mobil sport, atau koleksi tas mewah memang terlihat keren. Banyak yang berdalih ini adalah "investasi alternatif". Namun, saat resesi global benar-benar menghantam, barang-barang ini akan kehilangan likuiditasnya.

Pasar yang Menghilang

Dalam kondisi krisis, pembeli barang mewah akan hilang dari pasar. Semua orang akan menahan pengeluaran untuk kebutuhan primer. Jika Anda sedang dalam posisi membutuhkan uang tunai mendesak untuk menyelamatkan bisnis Anda, Anda terpaksa menjual koleksi mewah tersebut dengan harga diskon yang sangat sadis—bisa mencapai 70% dari harga beli.

Bandingkan dengan emas; emas memiliki harga yang transparan dan pasar yang sangat luas. Di saat krisis, emas jauh lebih mudah dicairkan daripada lukisan mahal atau mobil mewah yang pajaknya saja sudah membebani keuangan Anda.

Resesi Global Keuangan

5. Bisnis Tanpa Cadangan Kas: Kematian karena Kehabisan Napas

Terakhir, aset yang paling berbahaya bagi seorang wirausaha adalah bisnis yang terlihat besar di luar namun tidak memiliki cadangan kas (cash reserve) yang kuat di dalam.

Margin Tipis dan Utang Operasional

Banyak bisnis yang memiliki omzet miliaran namun margin keuntungannya setipis kertas. Bisnis jenis ini sangat bergantung pada perputaran harian yang lancar. Begitu terjadi gangguan distribusi atau penurunan permintaan konsumen akibat resesi, arus kas bisnis akan langsung macet.

Tanpa dana cadangan darurat perusahaan, Anda akan terpaksa melakukan PHK massal atau bahkan menutup usaha karena tidak sanggup membayar biaya operasional tetap seperti sewa dan listrik. Bisnis yang kuat adalah bisnis yang bisa bertahan hidup minimal 2 tahun tanpa adanya pemasukan baru karena memiliki cash reserve yang mumpuni.

Penutup: Menyiapkan Langkah di Jejak Wirausaha

Rekan-rekan Jejak Wirausaha, resesi bukanlah akhir dari perjalanan bisnis kita, melainkan sebuah ujian ketahanan. Orang yang selamat dari krisis bukanlah mereka yang paling berani mengambil risiko, melainkan mereka yang memiliki napas paling panjang.

Gunakan waktu sebelum 2030 ini untuk melakukan bersih-bersih portofolio. Kurangi utang yang tidak produktif, hindari spekulasi yang tidak masuk akal, dan mulailah membangun cadangan kas. Ingat, saat semua orang panik dan menjual aset mereka dengan harga murah, mereka yang memiliki likuiditaslah yang akan menjadi pemenangnya.

Resesi Global Keuangan

Berdasarkan analisis risiko dari aset-aset yang harus ditinggalkan tadi, kita bisa menarik kesimpulan bahwa kunci menghadapi resesi adalah Likuiditas, Fundamental, dan Arus Kas.

Untuk rekan-rekan di Jejak Wirausaha, berikut adalah jenis investasi yang pantas dan cenderung tangguh menghadapi badai ekonomi:

1. Emas (Safe Haven Klasik)

Emas adalah instrumen paling tepercaya saat terjadi ketidakpastian global.

  • Mengapa: Nilainya cenderung naik saat mata uang melemah dan pasar saham rontok.
  • Keunggulan: Sangat liquid (mudah dicairkan kapan saja) dan tidak memiliki risiko gagal bayar seperti perusahaan atau bank.

2. Saham Sektor Defensif (Consumer Staples & Utility)

Investasi pada perusahaan yang menjual barang/jasa yang wajib dibeli orang meski sedang krisis. 

  • Contoh: Perusahaan makanan pokok, penyedia listrik/air, dan farmasi.
  • Kriteria: Pilih perusahaan dengan hutang rendah dan sejarah pembagian dividen yang stabil. Dividen ini bisa menjadi pemasukan pasif saat harga saham sedang fluktuatif.

3. Surat Berharga Negara (SBN) atau Sukuk

Meminjamkan uang kepada negara adalah salah satu langkah paling aman.

  • Mengapa: Dijamin oleh undang-undang. Imbal hasilnya (kupon) biasanya berada di atas bunga deposito bank dan pajaknya lebih rendah.
  • Keunggulan: Memberikan steady income (pendapatan tetap) setiap bulan yang sangat membantu arus kas pribadi saat bisnis utama melambat.

4. Reksa Dana Pasar Uang (RDPU)

Tempat terbaik untuk memarkir "peluru" kas atau dana darurat Anda.

  • Mengapa: Jauh lebih liquid daripada deposito (bisa ditarik kapan saja tanpa pinalti) namun memberikan imbal hasil yang lebih kompetitif dibanding tabungan biasa.
  • Fungsi: Menjaga nilai uang Anda agar tidak tergerus inflasi sambil menunggu momen yang tepat untuk belanja aset lain yang sedang "obral".

5. Investasi pada Diri Sendiri (Skill & Networking)

Aset yang paling tidak bisa disita oleh bank atau hancur karena resesi adalah keahlian Anda.

  • Mengapa: Saat resesi, strategi bisnis lama mungkin tidak relevan. Kemampuan untuk beradaptasi, mempelajari model bisnis baru, dan memiliki jaringan (networking) yang kuat akan membuka pintu peluang yang tidak dilihat orang lain.

Kesimpulan Strategi:

Jangan menaruh semua telur dalam satu keranjang. Idealnya, menjelang 2030, perbanyak porsi Cash & Emas (untuk keamanan dan likuiditas) serta SBN/Saham Defensif (untuk arus kas).

Bagaimana menurut Anda? Apakah Anda ingin saya membuatkan check-list audit keuangan bisnis untuk memastikan usaha Anda tahan banting terhadap resesi 2030?

Salam Sukses, Salam Wirausaha.


Posting Komentar

0 Komentar