Dalam dunia bisnis yang penuh gejolak, banyak kisah sukses bermula dari ide sederhana yang tulus. Salah satunya adalah kisah Angga dan "Toko Telur Subur", yang bermula dari sebuah keyakinan kuat dan perjuangan tak kenal lelah.
Awal Mula Sebuah Keyakinan
"Aku cuma berpikir, seluruh masyarakat Indonesia, dari kalangan mana pun, pasti punya telur di kulkas mereka."
Keyakinan itulah yang menjadi landasan bagi Angga. Ia tahu, telur adalah komoditas esensial. Harganya terjangkau, nutrisinya tinggi, dan bisa diolah menjadi berbagai macam masakan. Bagi Angga, bisnis ini bukan sekadar mengejar keuntungan, melainkan tentang memenuhi kebutuhan dasar banyak orang. Pandemi COVID-19 yang melanda tak menggoyahkan keyakinannya, justru memperkuatnya. Saat banyak bisnis lain goyah, ia berpikir, "Orang-orang akan selalu butuh makan, dan telur akan selalu jadi bagian dari itu."
Dari Sebuah Grand Max Hingga Kios Kecil
Dengan tekad bulat, Angga memulai perjalanan bisnisnya. Modal awal yang ia miliki hanyalah sebuah mobil Grand Max blind van. Pintu bagasi dibuka, sebuah spanduk sederhana bertuliskan "Jual Telur" dipasang, dan ia pun berkeliling. Awalnya, ia hanya bisa menjual 10 hingga 15 kilogram telur per hari. Jumlah yang sangat kecil, namun cukup untuk memberinya semangat.
Peluang pertama datang saat ia berhasil mendapatkan pasokan 1,8 ton telur. Satu ton dibagikan kepada pelanggan yang membutuhkan bantuan sosial, dan sisanya, 800 kilogram, menjadi tantangan besar. "Mau dibuang ke mana ini?" pikirnya. Ia pun tak kehabiskan akal. Ia beriklan di media sosial, membagikan pamflet di pinggir jalan, dan akhirnya menyewa sebuah kios kecil.
Dengan pengalaman marketing di industri asuransi, Angga menggunakan strategi direct selling. Ia membuat kartu nama sederhana dan berkeliling dari satu warung ke warung lain, menawarkan telurnya secara langsung. Ada yang tertarik, ada juga yang menolak. Namun, ia tidak menyerah. Sedikit demi sedikit, stok telurnya habis, dan ia berhasil membangun jaringan pelanggan. Orang-orang mulai memesan ulang, dan omzetnya perlahan naik hingga mencapai 500 kilogram per hari.
Badai Kerugian dan Kebangkrutan
Perjalanan Angga tidak selalu mulus. Di awal, ia sering mengalami kerugian. Pemasoknya mengirim telur dalam peti-peti kayu, bukan wadah khusus yang aman. Suatu kali, satu truk telur yang ia pesan pecah dan mengalami kerugian hingga Rp7 juta. Di lain waktu, harga telur yang dibeli mahal tiba-tiba turun di pasaran, menyebabkan ia harus menjual rugi.
Puncaknya, pada April 2021, hampir satu tahun setelah bisnisnya dimulai, Angga mengalami kebangkrutan. Stok telur habis, tetapi ia masih memiliki utang kecil kepada peternak dan gaji karyawan yang belum dibayar. Uang di rekeningnya ludes. Angga merasa semua perjuangannya sia-sia. Ayahnya menyarankan ia untuk kembali ke kampung halaman, meninggalkan bisnis yang menurutnya tidak menguntungkan.
Namun, Angga tidak menyerah. Ia melihat sisa waktu kontrak tokonya masih empat bulan. Ia meminta ayahnya meminjamkan uang untuk membayar utang dan berjanji akan kembali ke kampung jika dalam empat bulan ia tetap gagal. Dengan modal pinjaman, ia melunasi utangnya. Ia juga bernegosiasi dengan peternak, meminta izin untuk mengambil telur secara kredit. Peternak setuju.
Kebangkitan dari Keterpurukan
Dengan semangat baru, Angga memperbaiki manajemen bisnisnya. Ia mulai memesan telur dalam wadah aman yang lebih kokoh, mengurangi risiko telur pecah. Ia juga menata ulang sistem pembukuan. Hasilnya, dalam sebulan, bisnisnya kembali menguntungkan. Dalam empat bulan, ia sudah bisa membeli telur secara tunai.
"Pak, aku sudah bisa belanja tunai sekarang," katanya bangga kepada ayahnya.
"Bagus kalau begitu, lanjutkan saja," jawab ayahnya.
Bisnis Angga kembali stabil. Rata-rata penjualannya naik menjadi 3 ton per hari. Namun, cobaan kembali datang. Seorang pelanggan setia yang biasanya membayar tunai tiba-tiba meminta kiriman terlebih dahulu dengan janji akan mentransfer sore hari. Angga percaya. Namun, sore itu transfer tidak kunjung datang. Teleponnya tidak diangkat. Keesokan harinya, Angga mengetahui bahwa pelanggan tersebut telah kabur. Kerugian yang dialaminya mencapai Rp45 juta.
Memetik Hikmah dari Setiap Ujian
Angga terpukul. Namun, ia tidak larut dalam kesedihan. Ia menghadiri pengajian subuh dan mendengarkan ceramah tentang ujian hidup, terutama saat seseorang ditipu. Sang ustaz menjelaskan bahwa ujian seperti itu adalah anugerah:
- Waktu untuk berdoa yang mustajab.
- Penghapus dosa.
- Jalan menuju surga.
Mendengar itu, hati Angga terasa lapang. Ia merasa damai dan tidak menyalahkan takdir. Ia percaya bahwa semua ujian yang diberikan Allah tidak akan sia-sia. Ia menolak untuk menyalahkan Tuhan, karena ia tahu bahwa nikmat akan datang bagi orang yang bersyukur.
Angga bangkit kembali. Ia melanjutkan sedekah subuhnya secara konsisten. Ia ikhlas menerima kerugian yang ada. Dan, seperti yang ia yakini, rezeki tidak akan kemana.
Benar saja, omzetnya naik lagi. Angga berhasil mencapai rata-rata penjualan 5 ton telur per hari. Bisnisnya terus berkembang.
Kisah Angga dan "Toko Telur Subur" mengajarkan kita bahwa bisnis tidak hanya tentang angka dan keuntungan. Ini tentang keyakinan, ketekunan, dan keikhlasan dalam menghadapi setiap ujian. Dari sebuah ide sederhana, Angga telah membuktikan bahwa dengan niat yang tulus, bahkan bisnis yang paling sederhana pun bisa berkembang pesat dan memberikan keberkahan.
0 Komentar