Three Problems of Muslim Entrepreneurship: Analysis by Muhammad Syafi'i Antonio, Sharia Economics Expert
Prof. Dr. Muhammad Syafi’i Antonio, seorang mualaf yang kini dikenal sebagai pakar ekonomi syariah sekaligus praktisi bisnis, memaparkan secara lugas mengenai realitas mengapa umat Islam di Indonesia yang berjumlah sangat besar justru belum menjadi kekuatan ekonomi yang dominan. Dalam perbincangannya dengan Helmy Yahya, yang diawali dengan kerendahan hatinya tidak ingin disebut sebagai "pakar" melainkan "pelaku bisnis" yang juga seorang profesor, Syafi’i Antonio mengidentifikasi tiga akar permasalahan mendasar yang disebutnya sebagai "Triple Lines of Problem of the Entrepreneurship of Ummah".
1. Masalah Filosofis: Kesalahpahaman tentang Dunia dan Akhirat
Akar masalah terbesar, menurut Syafi'i Antonio, terletak pada cara pandang (filosofi) umat Islam tentang kekayaan dan dunia. Terdapat tiga poin utama kesalahpahaman yang menghambat semangat berwirausaha:
A. Zuhud yang Keliru: Menghindar dari Dunia
Banyak umat Islam yang salah memahami konsep zuhud, menganggapnya sebagai keharusan untuk menjauhi dunia atau hidup dalam kemiskinan. Pemahaman ini keliru. Syafi'i Antonio menegaskan bahwa:
Zuhud Bukan Menghindar dari Dunia: Seseorang tidak mungkin menghindar dari dunia karena diri dan sekelilingnya adalah bagian dari dunia (istri, anak, masjid, sekolah).
Zuhud yang Benar: Zuhud adalah menjadikan dunia di tangan, bukan di hati, sehingga dunia tidak menghalangi ibadah dan kedekatan kepada Allah SWT.
Implikasi Kemiskinan: Kemiskinan massal sangat berbahaya, karena dapat menyebabkan hilangnya minimal tiga hingga empat rukun Islam: Haji (tidak mampu), Zakat (tidak bisa membayar), Salat (masjid-masjid kumuh tidak beratap), dan bahkan memengaruhi ibadah lain. Jika semua miskin, masjid akan kumuh, pesantren akan buruk, dan kontribusi dakwah pun terbatas.
B. Cinta Dunia (Hubud Dunya) yang Salah
Konsep hubud dunya (cinta dunia) sering disalahpahami sebagai sesuatu yang mutlak negatif. Padahal, mencintai dunia itu alami. Yang dilarang adalah mencari dunia dengan cara yang haram, buta, atau merusak. Jika mencari dunia dengan cara halal dan baik, hal itu akan membawa kebaikan.
C. Rasulullah Adalah Pedagang (Entrepreneur)
Kesalahan filosofis ini diperparah dengan pandangan sempit terhadap sosok Nabi Muhammad SAW. Umat sering hanya mempelajari Rasul sebagai pendakwah dan melupakan perannya sebagai pedagang (entrepreneur).
Kemandirian adalah Syarat: Rasulullah berdagang selama hampir 27 hingga 29 tahun, lebih lama dari masa kenabiannya (23 tahun). Ini menunjukkan bahwa kemandirian finansial adalah syarat utama untuk bisa berdakwah dan berbicara bebas tanpa terikat (terkunci) oleh pihak lain.
Pedagang yang Jujur: Hadis menyebutkan bahwa pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para nabi, syuhada, dan orang saleh di surga. Hal ini menunjukkan bahwa berdagang bukan pekerjaan hina, melainkan mulia jika dilakukan dengan integritas.
Kaya Syukur vs. Miskin Sabar: Orang yang kaya syukur manfaatnya untuk dirinya, keluarga, masyarakat, nusa, dan bangsa (menciptakan lapangan kerja, bayar zakat, empowering people). Sementara orang miskin sabar manfaatnya hanya untuk dirinya sendiri (tidak menyusahkan orang lain). Antonio bahkan memperkenalkan konsep "kaya sabar": kaya di jalan halal, tidak pamer, dan tidak sombong.
2. Masalah Teknikal: Kurangnya Kompetensi dan Growth Mindset
Masalah kedua adalah teknikal, yaitu kurangnya kompetensi, knowledge, dan skill dalam berbisnis. Berbisnis tidak bisa hanya bermodalkan semangat atau ikut-ikutan.
Faktor Kegagalan Usaha: Banyak usaha (95% menurut pengamatan Antonio) yang collapse karena hanya bermodalkan semangat dan tidak bisa scale up (meningkatkan skala usaha).
Kebutuhan Kompetensi: Scale up memerlukan kompetensi dalam berbagai bidang: manajemen keuangan (akuntansi), pemasaran, IT, hukum bisnis, cara handle komplain, dan mengelola operasional.
Pentingnya Itqan (Profesionalisme): Rasulullah SAW bersabda bahwa Allah menyukai jika seseorang melakukan suatu pekerjaan (amal) dilakukannya sebaik mungkin (an yutkinah). Profesionalisme (teknikal) adalah bagian dari perintah agama.
3. Masalah Politikal: Kebijakan dan Lingkungan yang Tidak Mendukung
Masalah ketiga adalah politikal, terkait dengan lingkungan ekonomi dan kebijakan pemerintah (affirmative policy) yang belum sepenuhnya mendukung kemajuan usaha umat.
Orientasi Pemerintah: Diperlukan pemerintahan (dari presiden hingga camat) yang berorientasi pada memajukan bangsa, bukan sekadar mengamankan Pilkada.
Rule of Law dan Birokrasi: Kepastian hukum (rule of law), kemudahan perizinan, pemangkasan birokrasi, dan perlindungan dari gangguan ormas atau pihak tidak jelas sangat penting untuk menciptakan kemudahan doing business dan menarik investor asing.
Contoh Kuwait Finance House (KFH): Syafi'i Antonio menceritakan pengalamannya sebagai konsultan KFH, salah satu bank syariah terbesar dunia, yang gagal masuk Indonesia karena kesulitan perizinan, masalah perpajakan (double tax), dan birokrasi yang rumit. KFH akhirnya membuka kantor di Kuala Lumpur, meskipun proyek-proyek mereka ada di Indonesia, dengan alasan: "Indonesia is too big to be ignored, but my office is in Kuala Lumpur." Ketidakpercayaan (don't believe in us) pada kepastian hukum dan iklim investasi membuat Indonesia kalah jauh dari negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, bahkan Vietnam dalam hal penarikan investasi besar.
Kekayaan adalah Kewajiban dan Tiga Syarat
Syafi'i Antonio menyimpulkan bahwa bagi seorang Muslim, menjadi kaya bukan dosa, melainkan suatu kewajiban. Kenapa wajib?
- Supaya tidak tergantung pada orang lain.
- Supaya bisa menolong orang lain.
- Supaya bisa menciptakan lapangan usaha.
- Caranya Halal: Berbisnis dengan cara yang baik, tidak melanggar hukum, tidak merusak lingkungan, dan tidak menjajah komunitas.
- Tidak Sombong: Berjalan di muka bumi tanpa keangkuhan. Kekayaan harus disikapi wajar karena semuanya milik Allah (there is no place to be arrogant).
- Harus Berbagi: Harus berbagi, minimal 2,5% (zakat), bahkan idealnya naik ke 5% atau 10%. Semakin kaya dan semakin banyak berbagi, semakin banyak orang yang mendoakan kekayaan itu bertambah, karena manfaatnya kembali ke masyarakat. Hal ini mencontoh para filantropis dunia seperti Bill Gates dan Warren Buffett yang hartanya justru bertambah karena kedermawanan mereka.
Pakar ekonomi syariah dan pelaku bisnis ini menekankan bahwa umat harus melihat Rasulullah SAW sebagai "The Super Leader, Super Manager" yang lengkap dimensinya: spiritual, finansial, manajerial, dan leader peradaban, bukan hanya pendakwah.
Video ini memberikan gambaran tentang bagaimana Prof. Syafi'i Antonio menyampaikan pandangan-pandangan mendalam tentang rahasia sukses mulia dan growth mindset dalam Islam.
Kesimpulan
Analisis tajam dari Prof. Dr. Muhammad Syafi'i Antonio menunjukkan bahwa tantangan ekonomi yang dihadapi oleh umat Islam di Indonesia adalah masalah yang multidimensi, bukan sekadar masalah kemalasan. Ada tiga dinding besar yang menghalangi umat menjadi kekuatan ekonomi:
Dinding Filosofis: Kesalahpahaman mendasar tentang zuhud dan cinta dunia, yang secara keliru mengasosiasikan kekayaan dengan dosa dan menganggap miskin sebagai simbol kesalehan. Hal ini melunturkan semangat entrepreneurship yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sebagai Super Leader, Super Manager sekaligus pedagang.
Dinding Teknikal: Kurangnya kompetensi dan profesionalisme (itqan) dalam menjalankan bisnis, membuat banyak usaha hanya bertahan sebentar dan gagal melakukan scale up.
Dinding Politikal: Lingkungan bisnis dan kebijakan (affirmative policy) yang belum sepenuhnya mendukung, ditandai dengan birokrasi yang rumit, ketidakpastian hukum (rule of law), yang akhirnya membuat Indonesia kurang menarik di mata investor global bahkan investor syariah sekalipun.
Kekayaan, dalam pandangan Syafi'i Antonio, adalah kewajiban seorang Muslim, asalkan diperoleh dengan cara halal, disikapi tanpa sombong, dan diakhiri dengan berbagi sebanyak-banyaknya.
0 Komentar