Strategi Bisnis Apoteker Nabila Al Bathathy, Owner Sabun Natural Ouraqila Solusi Mandiri untuk Kulit Sensitif

The Business Strategy of Pharmacist Nabila Al Bathathy, Owner of Ouraqila Natural Soap, an Independent Solution for Sensitive Skin

Nabila Al Bathathy

Dalam sunyi dapur asrama militer di Serang, Banten, lahirlah sebuah nama yang kini dikenal dalam jagat perawatan kulit sensitif: Ouraqila. Di balik nama itu, berdiri tegak sosok Nabila Al Bathathy, seorang apoteker berpendidikan tinggi yang memilih jalur pengabdian berbeda. Kisahnya adalah narasi tentang pengorbanan cita-cita mapan, kepekaan terhadap kebutuhan keluarga, dan ketulusan niat yang menempatkan kebermanfaatan di atas segala gemerlap omzet.

Dari Farmasi Klinis ke Dapur Sabun: Sebuah Pengorbanan Cita-Cita

Nabila Al Bathathy bukanlah sosok sembarangan. Ia adalah lulusan Apoteker Universitas Airlangga (Unair), salah satu perguruan tinggi terbaik di Indonesia. Kariernya menanjak di dunia medis; ia pernah menjadi Apoteker di Rumah Sakit Saiful Anwar Malang, berperan sebagai ward pharmacist yang bekerja langsung di ruang gawat darurat bedah, memastikan terapi obat pasien berjalan optimal. Setelahnya, ia beralih menjadi dosen di Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (UB), bahkan telah memiliki NIDN (Nomor Induk Dosen Nasional) dan mengikuti pelatihan-pelatihan dosen.

Namun, cinta dan pengabdian membawa jalannya ke persimpangan.

Pada saluran youtube PecahTelur, Nabila menceritakan kisahnya bahwa iya telah menikah dengan seorang anggota militer dan dikaruniai anak, Nabila dihadapkan pada pilihan sulit. Sang suami ditugaskan ke Serang, Banten, sebagai anggota Kopassus. Menyadari bahwa melanjutkan karier sebagai dosen akan mengurangi waktu bersama anak dan menjauhkan anak dari ayahnya, Nabila membuat keputusan monumental: melepas cita-citanya sebagai dosen. Keputusan ini, meskipun dibilang sayang oleh banyak orang karena pencapaiannya, adalah wujud komitmen utamanya sebagai istri dan ibu. Ia rela menghentikan langkahnya di dunia akademik yang mapan demi mendampingi keluarga.

Nabila Al Bathathy
sumber : ch. ytb. PecahTelur

Awal Mula Ouraqila: Respons Terhadap Kulit Sensitif

Setelah menjadi ibu rumah tangga di asrama militer, Nabila mulai menghadapi masalah kulit serius yang juga dialami keluarganya. Ia menderita dermatitis atopik, kondisi kulit sensitif yang mudah alergi, gatal-gatal, dan diperparah oleh berbagai faktor seperti air, serat kain, hingga produk pembersih. Kondisi ini makin parah ketika ia pindah ke Serang, yang ia duga karena kualitas air yang berbeda. Anak-anaknya, dan bahkan sang suami yang memiliki riwayat eksim dan rinitis alergi, juga mengalami masalah kulit serupa.

Nabila, dengan bekal ilmu farmasinya, mulai mencurigai kandungan produk sabun yang digunakan, khususnya SLS (Sodium Lauryl Sulfate), deterjen sintetis yang banyak digunakan di produk pembersih.

"Saya waktu itu cari di Serang itu sabun yang betul-betul dia bebas SLS. Saya sudah mulai aware ini kayaknya gara-gara SLS ya."

Pada tahun 2012, mencari sabun murni alami adalah tantangan besar. Sabun natural yang ada harganya sangat mahal, sekitar Rp60.000 per batang saat itu, dan sulit dijangkau untuk kebutuhan harian sekeluarga. Inilah titik balik yang mengubah dapur asrama menjadi laboratorium kecil.

Nabila mulai meracik sabun alami sendiri. Bahan dasarnya sederhana, minyak kelapa, minyak kelapa sawit, minyak zaitun, dan madu. Percobaan pertamanya dibuat menggunakan cetakan kue aluminium. Awalnya, ia menggunakan mixer kue yang ternyata tidak efektif. Dibantu suami, ia akhirnya mendapatkan modal awal sekitar Rp400.000–Rp500.000 untuk membeli peralatan yang lebih proper, seperti hand blender dan timbangan, serta bahan baku minyak zaitun impor dari Spanyol.

Pada tahun 2013, setelah melahirkan anak kedua, kondisinya memburuk lagi. Kulit anaknya mengalami kekeringan luar biasa hingga pecah (cracking). Berbagai sabun lembut di pasaran tidak mempan, bahkan memperparah. Nabila memutuskan untuk kembali berproduksi secara rutin. Momen ini sekaligus menjadi sinyal dari lingkungan terdekat, karena teman-teman dan ibu-ibu asrama mulai bertanya dan meminta sabun buatannya. Ouraqila—nama yang terinspirasi dari nama anak perempuannya, Aqila—pun resmi lahir sebagai sabun alami buatan tangan (handmade shop).

Nabila Al Bathathy

Ujian dan Pertumbuhan: Pengorbanan Rp100 Juta dan Pembinaan

Sabun Ouraqila, yang pada awalnya hanya dipasarkan melalui inbox Facebook dan kemudian WhatsApp, mendapatkan sambutan hangat, terutama dari teman-teman farmasi, kuliah, dan ibu-ibu asrama. Nabila mengenang penghasilan awal yang mencapai Rp1,5 juta per bulan, angka yang ia syukuri sebagai peluang besar untuk mengembangkan sabun natural.

Perkembangan usahanya di Serang tak hanya sebatas jualan. Nabila bahkan dipercaya oleh Ibu Komandan Batalion untuk melatih ibu-ibu di batalionnya agar memiliki keterampilan membuat sabun sendiri. Ia pun mendapat kesempatan untuk mendemokan produknya di hadapan tamu-tamu penting, termasuk kunjungan dari kementerian dan bahkan Menteri Luar Negeri Australia. Ini adalah pengakuan luar biasa atas kualitas dan keahliannya, yang berawal dari kebutuhan pribadi di dapur kecil.

Namun, perjalanan seorang istri anggota militer penuh dengan ketidakpastian. Suami Nabila harus pindah tugas ke Pontianak. Perpindahan ini membawa pengorbanan finansial yang besar. Nabila harus mengorbankan hampir seluruh tabungan usaha Ouraqila, sekitar Rp100 juta, untuk biaya pindah dan urusan rumah tangga. Ia juga terpaksa menyerahkan proses produksi sabun di Malang kepada dua orang karyawan.

"Saya kan terhibur karena saya membuat. Jadi seorang maker itu merasa terhiburnya itu ketika dia sedang proses membuat sabun, kita menikmati sekali. Tapi ketika itu tidak bisa kita lakukan, cuma jualan, jualan, jualan saja, itu mindset-nya sudah mulai berubah."

Meski kini tidak lagi memproduksi sendiri, Nabila berjuang untuk mempertahankan semangat awal Ouraqila: membantu sesama dengan sabun alami yang aman untuk kulit sensitif. Ia harus beradaptasi, mengubah mindset dari seorang pembuat (maker) menjadi pengusaha.

Prinsip Hidup dan Strategi Bisnis: Utamakan Ibadah dan Manfaat

Di tengah tekanan untuk membesarkan usaha, Nabila memegang teguh prinsip hidup dan ajaran dari Bu Elly Risman yang ia pelajari: tidak ada manusia yang bisa sempurna di semua bidang—sebagai istri, ibu, dan pelaku usaha.

Nabila membuat pilihan yang berani: membiarkan usahanya berjalan lambat.

"Maka saya persilakan usaha saya berjalan dengan lambat. Jadi saya enggak terlalu mem-pressure diri saya supaya ada target penjualan per bulan sekian-sekian itu saya enggak bisa. Karena saya harus mempertahankan kewarasan saya sebagai ibu dari tiga orang anak."

Ia menempatkan peran utamanya sebagai istri dan ibu di urutan teratas, baru kemudian pengusaha. Prinsip ini berakar pada keyakinannya: usaha adalah sarana ibadah, bukan sekadar mengejar omzet. Tujuannya adalah memberikan manfaat:

  • Menghidupi karyawan (saat ini 5 orang).
  • Berbakti kepada orang tua (ibu).
  • Membantu saudara-saudara yatim secara rutin.

Baginya, pendapatan pribadi sudah ditanggung suami, sehingga profit usaha diutamakan untuk kepentingan-kepentingan di atas. Ia bahkan mengaku tidak pernah mengambil profit untuk dirinya sendiri, melainkan mengembalikannya sebagai modal dan membayar "utang usaha" kepada suami. Omzet Ouraqila per bulan berada di angka sekitar Rp30 juta hingga Rp50 juta, dengan produk terlaris tetap sabun bar reguler yang menjadi pintu masuk bagi pelanggan kulit sensitif.

Sabun Natural Ouraqila

Integritas di Industri Kosmetik: Jujur dan Mengedukasi

Sebagai seorang farmasis, Nabila membawa integritas tinggi dalam berbisnis. Ia memilih untuk jujur dan mengedukasi tentang realitas industri kosmetik, alih-alih menakut-nakuti konsumen. Ia terbuka mengenai ketatnya regulasi BPOM, serta adanya oknum pabrik maklon yang bermain dengan kualitas bahan baku. Nabila memegang teguh peran edukasinya, bahkan membuka layanan konsultasi dengan apoteker bagi pelanggannya, tidak melulu merekomendasikan produk Ouraqila. Ia melakukan patient assessment berdasarkan riwayat penyakit dan produk yang sudah digunakan.

"Kalau misalkan ada produk yang memang bisa digunakan di rumahnya tanpa membeli baru, saya akan merekomendasikan enggak usah beli... Jadi enggak melulu solusinya itu membeli produknya Aqila."

Di era maraknya tren flexing (pamer kekayaan) pemilik brand di media sosial, Nabila tetap rendah hati. Ia memilih fokus pada edukasi dan merawat pelanggan loyal.

"Apa yang mau diflexing saya bilang gitu? Ya Allah, untuk apa flexing-flexing kayak gitu tuh lebih banyak mudharat-nya. Kalau itu bukan bukan saya dan bukan Ouraqila."

Bagi Nabila, inti dari Ouraqila adalah kebermanfaatan, bukan kemewahan. Ia menahan diri untuk tidak terjerumus dalam strategi pemasaran impulsif, seperti terlalu bergantung pada influencer mikro, yang terbukti membawa penjualan tinggi sesaat tetapi tidak menciptakan loyalitas. Ia lebih memilih untuk merawat hubungan dengan pelanggan yang sudah bertahun-tahun percaya.

Kini, Ouraqila terus bertumbuh dengan tim kecil, memperkuat distribusi di marketplace seperti Shopee, membuktikan bahwa ketulusan niat, integritas profesi, dan pengorbanan seorang ibu dapat menghasilkan sebuah brand yang kuat, autentik, dan memberikan manfaat nyata bagi banyak orang. Kisah Nabila Al Bathathy adalah pengingat bahwa kesuksesan sejati diukur bukan dari tingginya omzet, melainkan dari dalamnya kebermanfaatan yang disebarkan.

Nabila menekankan bahwa Ouraqila adalah sarana ibadah, bukan sekadar mengejar omzet. Menurut Anda, seberapa penting integritas dan niat baik (misalnya, kejujuran tentang BPOM atau bahan baku) dalam membangun brand yang loyal di tengah persaingan pasar yang ketat? berikan komentar anda... 

Kisah ini telah diceritakan pada saluran youtube PecahTelur
Sumber : Cantik, Sukses, Tapi Gak Suka Flexing! Ibu 3 Anak Ini Ternyata Owner Brand Ouraqila



Posting Komentar

0 Komentar