The Business Story of the Total Hijrah Owner of Kedai Sambal Dadak and Warung Tuang, From a 3-Digit Salary to Zero
Kabupaten Karawang, yang dijuluki “Kota Padi,” tak hanya dikenal dengan lumbung berasnya, tetapi kini juga diramaikan oleh kisah sukses sepasang wirausahawan yang inspiratif. Bagi warga Karawang, nama Kedai Sambal Dadak dan Warung Tuang tentu sudah tak asing lagi. Namun, di balik lezatnya hidangan dan ramainya pelanggan, tersembunyi sebuah kisah perjalanan spiritual dan bisnis yang sarat makna: kisah hijrah total Zefi Gusriadi dan Liza Agustina.
Mereka adalah couplepreneur yang berani melakukan langkah drastis. Bayangkan, mereka dulunya adalah sepasang karyawan dengan karier mentereng pak Zefi di perusahaan pembiayaan (leasing) selama 12 tahun, dan bu Liza di dealer otomotif dengan penghasilan gabungan mencapai tiga digit (ratusan juta). Namun, sebuah kesadaran spiritual mengubah segalanya. Karena pekerjaan mereka bersentuhan dengan riba, sebuah dosa besar yang menurut Islam “mengajak perang Rasul dan Allah,” mereka memutuskan untuk meninggalkan kemewahan duniawi tersebut pada tahun 2019.
Kisah perjuangan mereka telah diceritakan pada saluran yotube Fokusinajaofficial
Langkah Berani Penuh Ikhtiar: Meninggalkan Riba dan Melepas Aset
Keputusan yang mereka ambil bukanlah keputusan main-main, melainkan sebuah hijrah total yang membutuhkan keberanian luar biasa dan keikhlasan.
"Aku sangat wah, seberapa kuatnya saya hanya hamba Allah tapi bisa mengajak perang Rasul dan Allah. Itu yang paling saya takutin..." pak Zefi.
Kesadaran ini diperkuat oleh rasa khawatir akan keberkahan rezeki, apalagi menyangkut anak-anak. Menurut Ibu Liza, penghasilan besar itu ternyata membawa dampak negatif: anak-anak sering sakit, sulit diatur, susah diarahkan ke agama, dan hubungan suami istri terasa cekcok terus. Mereka menyadari, hidup mereka tidak berkah dan tidak tenang.
Langkah hijrah ini tak hanya sebatas berhenti kerja. Mereka berani melepas semua aset yang masih terikat dengan riba, termasuk rumah KPR dan kendaraan. Semua aset tersebut dijual dan dilunasi agar bebas dari utang riba. Ini adalah bukti komitmen totalitas mereka dalam berhijrah.
"Kita jual, akhirnya karena rumahnya kita jual ya kita ngontrak... kita tutupin beberapa angsuran pokoknya semua hutang harus kita lunasin waktu itu," kenang pak Zefi.
Terjatuh dan Bangkit: Ujian Terberat di Fase Awal
Uang hasil penjualan aset dan tabungan mereka gunakan sebagai modal awal merintis usaha kuliner. Namun, takdir berkata lain. Usaha pertama mereka, Kedai Sambal Dadak di ruko Galuh, Qodarulloh bangkrut. Karena minimnya pemahaman finansial dan strategi marketing, modal mereka terkuras habis, bahkan untuk membeli barang-barang yang tidak perlu.
Di titik inilah, mereka diuji dengan ujian terberat. Mereka kehilangan segalanya, bahkan uang tabungan dan modal mereka hanya tersisa Rp700.000. Di saat yang sama, mereka harus pindah mengontrak di lokasi yang pernah terdampak banjir, dan bu Liza tengah hamil besar (usia kandungan 6 bulan).
Ini adalah fase paling menggetirkan:
- Kesulitan Keuangan: Uang Rp700.000 harus diputar untuk modal usaha.
- Kondisi Fisik: Ibu Liza hamil besar.
- Tinggal di Kontrakan: Hidup berpindah-pindah, dari rumah sendiri ke kontrakan murah.
Menariknya, di tengah keterpurukan ini, godaan datang: tawaran untuk kembali ke pekerjaan lama dengan penghasilan tinggi. Namun, dengan keyakinan penuh, mereka berani menolaknya. Mereka memilih untuk mengupayakan yang halal, meskipun hasilnya saat itu sangat sedikit.
"Pak, saya enggak bisa bantu lagi Bapak silakan ke dealer aja kata dia begitu... Kalau sedikit tapi halal, nah itu yang kita kejar pada saat itu." pak Zefi menirukan ucapan Istri yang menolak orderan riba.
Titik Balik dari Kaki Lima Tanpa Tenda
Dengan sisa modal Rp700.000, mereka hanya mampu menyewa lapak jualan kaki lima di Grand Taruma Street Food. Bahkan, saking terbatasnya, mereka tidak mampu membeli tenda. Mereka berjualan seadanya, hanya mengandalkan motor tua untuk berbelanja, tanpa tenda, dan hanya dibantu dua karyawan.
"Kalau hujan kita enggak buka karena memang enggak ada tendanya," ujar bu Liza.
Hari pertama berjualan adalah titik terendah sekaligus awal dari keajaiban. Omset hari pertama hanya Rp10.000! Nasi satu termos yang mereka bawa, pulang lagi dalam keadaan satu termos penuh, yang akhirnya dibagikan ke tetangga.
Mereka menjalaninya dengan sabar, tidur hanya 2-3 jam sehari, mengurus semua operasional berdua, mulai dari belanja subuh, mengungkep ayam, sampai menusuk kulit. Bahkan, ketika Ibu Liza akan melahirkan anak keempat, mereka belum mampu membayar biaya rumah sakit. bu Liza sempat pasrah menahan kontraksi lebih dari 20 jam karena tak ada biaya untuk operasi caesar (mereka juga tidak punya BPJS saat itu).
"Ya Allah, aku serahin aja hidup dan mati aku walaupun di saat itu aku meninggal dalam keadaan melahirkan. Semoga engkau ampuni segala dosa-dosa aku," kenang bu Liza dengan haru. Inilah keikhlasan yang mengundang pertolongan Allah.
Baca Juga : Tiga Masalah Kewirausahaan Umat, Analisis Muhammad Syafi'i Antonio Pakar Ekonomi Syariah
Keajaiban Berlipat dari Rezeki Halal
Setelah melewati fase terberat itu, secara perlahan, omset mulai menunjukkan peningkatan. Konsistensi menjaga kualitas rasa masakan Sunda yang "dadakan," pelayanan yang ramah, dan yang paling penting, keberkahan dari rezeki halal, membuahkan hasil luar biasa. Omset yang diawali dari Rp10.000, naik ke Rp180.000, tembus Rp1 juta per hari, hingga akhirnya mencapai puncaknya di Rp15 juta per hari untuk satu lokasi kaki lima!
Dengan mengontrol profit dan hidup secukupnya, meskipun masih mengontrak dan hanya membeli mobil tua seharga Rp88 juta, mereka berhasil mengumpulkan tabungan: Rp1 Miliar dalam 2 Tahun! Ini adalah capaian yang nyaris tak masuk akal, diraih dari usaha yang dirintis dengan modal sisa Rp700.000. Rata-rata profit mereka mencapai Rp50 juta hingga Rp60 juta per bulan.
Keberkahan ini juga dirasakan dalam kehidupan berkeluarga:
- Kesehatan: Selama 6 tahun, anak-anak mereka sekeluarga (kini 5 anak, dan sedang menanti yang ke-6) tidak pernah masuk rumah sakit (kecuali melahirkan).
- Pendidikan Agama: Anak-anak mudah dididik, menjalankan salat lima waktu ke masjid tanpa perlu paksaan keras.
- Keharmonisan: Hubungan suami istri makin harmonis.
"Rezeki itu enggak putus-putus. Rezeki dari anak... Seakan-akan Allah tuh membantu kita tuh secara langsung dan kita ngerasa Allah tuh dekat banget," tutur Zefi.
Strategi Bisnis dan Amalan Pengundang Pertolongan Allah
Kesuksesan mereka bukan hanya tentang "keberuntungan." Mereka memiliki ikhtiar bisnis yang cerdas, didampingi amalan spiritual yang kuat:
1. Ikhtiar Bisnis: Fokus, Kualitas, dan Volume
Fokus Kuliner: Mereka memilih bisnis kuliner dengan filosofi: “Kalau pun dagangan enggak laku, anak-anak kita enggak lapar.” Bahan baku yang tidak terjual masih bisa dimakan, menjamin ketersediaan pangan keluarga.
Konsep Dadakan (Kedai Sambal Dadak): Menyajikan masakan Sunda yang dimasak secara dadakan dan disajikan panas, menjamin kesegaran (real food) dan kualitas rasa. Cobek Nila menjadi bestseller mereka, dengan penjualan 40 kg nila per cabang per hari. Mereka juga memberikan sambal gratis (sambal terasi dan sambal dadak) dan lalapan.
Main Volume (Warung Tuang): Ketika membuka cabang kedua, Warung Tuang, mereka memilih konsep middle low dengan harga terjangkau dan tempat luas, bertujuan memainkan volume penjualan. Warung Tuang dengan konsep alam, diapit pohon jati dan sawah, menyajikan menu Sunda-Sumatera (seperti Rendang yang dimasak dengan kayu bakar) dan menjadi daya tarik tersendiri.
Ekspansi Cepat dan Non-Riba: Setelah mencapai tabungan Rp1 Miliar, mereka ekspansi dengan uang tunai (profit), bahkan hingga menjual mobil pertama mereka untuk modal pembangunan cabang kedua (Perumnas) yang langsung balik modal (BP) dalam 3 bulan. Kini, Kedai Sambal Dadak telah memiliki 7 cabang (termasuk di Bekasi) dan mulai membuka mitra dengan konsep non-riba, non-garar.
2. Amalan Spiritual: Totalitas Ikhlas dan Yakin Janji Allah
Amalan dan keyakinan inilah yang menjadi fondasi kekuatan mereka melewati masa sulit:
- Totalitas Hijrah: Berani meninggalkan penghasilan besar dan melepaskan seluruh aset riba tanpa menoleh ke belakang.
- Fokus Halal: Menolak segala tawaran yang bersentuhan dengan riba, meski dalam kondisi keuangan terdesak. Mereka lebih memilih yang sedikit tapi halal.
- Keyakinan Penuh: Menghadapi setiap kesulitan—kebangkrutan, modal habis, melahirkan tanpa biaya, kebanjiran—dengan keyakinan penuh pada janji Allah: "Allah tidak akan menguji hambanya di luar kemampuannya."
- Kedekatan dengan Allah: Merasa selalu "diajak diskusi" dengan Allah. Mereka merasakan bahwa apapun yang mereka minta cepat dikabulkan (ijabah), bahkan sampai merasa takut untuk berdoa karena saking cepatnya dikabulkan. Ini adalah buah dari keikhlasan dan taubat mereka.
"Proses yang kita jalanin tuh sebenarnya bukan karena kita yang hebat... ya semua yang kita jalanin itu ya karena kuasanya Allah," pungkas Zefi, merendah.
Perjalanan Zefi dan Liza adalah pelajaran berharga bahwa keberkahan lebih bernilai dari kekayaan. Dengan meninggalkan riba dan berpegang teguh pada yang halal, Allah tidak hanya mengganti kerugian mereka, tetapi melipatgandakannya, baik dalam bentuk materi (dari Rp700.000 ke omset Rp150 juta per hari di puncaknya, dan 7 cabang) maupun non-materi (keluarga harmonis, anak-anak saleh, dan ketenangan jiwa).
Kisah mereka menegaskan bahwa hijrah total, meskipun jalannya dipenuhi air mata dan keringat, akan selalu berbuah manis. Keberanian mereka di Karawang, "Kota Padi," telah menanam benih inspirasi bagi banyak orang, membuktikan bahwa rezeki halal yang berlimpah adalah janji yang pasti dari-Nya.
Sumber : Kisah ini telah diceritakan pada saluran yotube Fokusinajaofficial
TAUBAT DARI RIBA. PASANGAN INI NGALAMIN FASE DI LAUNDRY, HARUS RELA KEHILANGAN HARTA DAN UANG!
0 Komentar