Jejak Bisnis Okta Wirawan, Founder Kebuli Abuya Sukses Bangun Ratusan Cabang dari Nol

The Business History of Okta Wirawan, Founder of Kebuli Abuya, Successfully Building Hundreds of Branches from Scratch

Kisah ini adalah tentang ketabahan, keberanian, dan keyakinan teguh. Bukan sekadar kisah sukses biasa, ini adalah epik jatuh bangun seorang pengusaha yang menjadikan kepasrahan total kepada Allah sebagai modal utama. Ia adalah Okta Wirawan, seorang pria kelahiran Padang, 5 Oktober 1982, yang kini menetap di Bekasi bersama istri dan anak-anaknya. Akrab dipanggil Mas Okta, ia bukan hanya mendirikan dua brand makanan yang sedang melesat, Kebuli Abuya dan Almas Fried Chicken, tetapi juga memberikan pelajaran berharga: usaha besar tak harus dimulai dengan hutang, apalagi riba.

Okta Wirawan, Founder Kebuli Abuya

Masa Merintis: Dari Laundry hingga Bangkrutnya Serabi

Dari sebuah wawancara di saluran youtube Fokusinajaofficial Okta Wirawan menceritakan kisah perjalanannya sebagai pengusaha dimulai jauh sebelum hiruk-pikuk ratusan cabang. Tepatnya saat ia masih kuliah di IPB Bogor.

Latar belakang Bogor sebagai "Kota Hujan" menjadi titik tolak bisnis pertamanya: laundry. Mas Okta mengamati masalah sederhana: selimut dan spray di Bogor yang lembap, sulit dicuci dan dijemur, bahkan menyebabkan demam berdarah. Ia tidak hanya menyelesaikan masalah pribadinya, tetapi masalah teman-temannya.

"Awal laundry ada masalah yang kita pengin selesaikan... berkembang Alhamdulillah. Jadi buka delapan cabang." Prinsip pertama yang didapatkannya: Bisnis yang berhasil adalah yang mampu menyelesaikan masalah (solve problem) orang lain.

Kegagalan Serabi: Pelajaran Termahal

Setelah laundry, Mas Okta terpikat pada bisnis franchise serabi dari Bandung, terpicu oleh cerita kesuksesan para pemiliknya yang sudah memakai BMW. Ia survei, membeli kemitraan, dan membuka cabang di Bogor. Namun, takdir berkata lain.

"Sejak hari pertama atau bulan pertama enggak pernah untung, bahkan rugi terus sampai saya ke level stresnya... memang ternyata dari situ akhirnya dipelajari bahwa waktu awal laundry ada masalah yang kita pengin selesaikan, tapi di serabi ini itu enggak ada masalah yang pengin diselesaikan, hanya ngelihat ada orang yang sukses kita coba sukses."

Kegagalan ini mengajarkan prinsip bisnis yang sangat krusial: Jangan lihat bisnis dari suksesnya saja. Serabi adalah makanan malam, dibuka di samping SMA 7 yang ramainya siang. Tidak ada problem yang dipecahkan, market tidak bertemu, idealisme justru memperpanjang kerugian. Investasi yang sudah tertanam, termasuk motor dan aset lain, akhirnya ludes. Ia bangkrut total, bahkan terpaksa menjual mini compo ke Pegadaian, hanya untuk bayar hutang gaji karyawan.

Fase Transisi: Bekerja dan Membuka "Pintu" Rezeki

Setelah kebangkrutan serabi, Mas Okta memutuskan bekerja, bersama sang istri. Mereka membangun karir di Carrefour (10 tahun) dan Trakindo (5 tahun). Masa ini bukan mundur, melainkan fase edukasi dan penemuan konsep bisnis sejati.

"Ternyata bisnis itu beda dengan dagang... di Carrefour sendiri banyak hal atau pintu-pintu lainnya untuk kita dapatin income... di situ akhirnya terbuka pikiran bahwa kita harus punya bisnis yang banyak pintu."

Mas Okta menyadari bahwa Carrefour tidak hanya mencari untung dari jualan produk, tetapi dari listing fee, jual display, katalog, dan rebit. Bisnis adalah tentang menciptakan banyak pintu rezeki, bukan sekadar dagang satu produk.

Momen titik balik datang ketika anak ketiga lahir. Merasa lebih lama dengan mbak-nya ketimbang orang tua, Mas Okta dan istri memutuskan untuk memilih waktu bersama keluarga alih-alih gaji besar yang totalnya sudah tiga digit. Mereka memutuskan resign dan kembali berbisnis penuh.

Okta Wirawan, Founder Kebuli Abuya

Ujian COVID-19: Kehilangan Aset dan Puncak Kepasrahan

Di tahun 2017, kedai Abuya pertama dibuka. Di tahun 2018, Mas Okta dan istri resign total dan fokus. Bisnis sempat berkembang hingga 26 cabang, namun Badai COVID-19 menerjang. Subsidi Karyawan di Atas Segalanya.

Masa COVID-19 menjadi puncak kejatuhan Mas Okta. Omset anjlok 90%, dan 26 cabang membutuhkan subsidi operasional harian. Mereka mengorbankan aset pribadi demi karyawan."Kami perpindahan dari gaji fix dua orang yang... sudah tiga digit total... pindah menjadi usaha kontaineran gerobakan yang tentunya bertahun-tahun yang kita sudah dapat fix income berubah total menjadi sesuatu yang tidak pasti."

Mobil, sepeda motor harian, semua dijual. Mas Okta bahkan sempat berkata kepada timnya untuk mencari pekerjaan lain karena ia tak sanggup lagi menggaji. Namun, kesetiaan karyawan yang mengenal integritas Mas Okta bahwa ia tidak foya-foya saat senang, dan tidak memecat saat sulit menjadi benteng yang kuat.

Fase "Rekening Nol" dan Zamzam yang Keluar

Puncak kesulitan adalah saat tabungan ludes, aset habis dijual, dan di rekening sudah tidak ada uang. Inilah fase di mana Mas Okta dan istri mencapai kepasrahan 100% kepada Allah. "Kami sudah pasrah ya Allah... sudah enggak ada lagi tempat bergantung dan kami benar-benar ngerasa lemah. Ketika kita punya perasaan itu dan tulus ikhlas, setelah itu baru kami ngerasa zam-zamnya keluar."

Mas Okta menyadari, ketika masih ada aset yang bisa dijual atau tabungan yang tersisa, hati manusia masih bergantung pada benda. Ketika sudah tidak punya apa-apa lagi, barulah ketergantungan sejati kepada Allah terwujud.

Baca Juga : Tiga Masalah Kewirausahaan Umat, Analisis Muhammad Syafi'i Antonio Pakar Ekonomi Syariah

Kiat Bangkit dan Membangun Ratusan Cabang dalam Dua Tahun

Kepasrahan total itu diikuti dengan ikhtiar yang maksimal, bukan untuk mencari suksesnya, melainkan mencari rida-Nya.

1. Mengubah Brand dan Menghadirkan Solusi (Kebuli Abuya)

Di tengah keterpurukan, Mas Okta dan tim mengevaluasi. Kedai Abuya yang menjual ayam geprek, goreng, dan kebuli, brand-nya tidak spesifik. Orang yang mencari kebuli tidak menemukan Kedai Abuya.

Langkah Perubahan:

  • Spesialisasi Brand: Dari 7 brand eksperimen, Kebuli Abuya yang dimudahkan Allah.
  • Menggali Problem yang Dipecahkan: Riset menunjukkan orang membeli kebuli untuk suguhan istimewa (untuk Ustaz, jemaah, orang tua).
  • Menciptakan Tagline: "Suguhan Istimewa di Setiap Acara."
  • Sistem Kemitraan: Mereka mengiklankan kemitraan Kebuli Abuya.
  • Hasil: Setelah pasrah total dan ikhtiar, Kebuli Abuya rata-rata bisa membuka 10 cabang per bulan, mencapai 200 cabang dalam 2 tahun!

2. Menciptakan Brand Baru untuk Menyelesaikan Problem Umat (Almas Fried Chicken)

Enam bulan terakhir, lahirlah Almas Fried Chicken, yang kini sudah mencapai 64 outlet. Lagi-lagi, Almas hadir untuk menyelesaikan problem.

Problem yang Diselesaikan:

  • Rasa Mirip Albaik: Memberi solusi bagi yang rindu cita rasa ayam goreng Saudi tanpa harus antre berjam-jam saat Haji/Umrah. Tagline: Ayam Goreng Saudi Nomor Satu di Indonesia.
  • Alternatif Produk Boikot: Hadir sebagai alternatif bagi customer yang memboikot produk terafiliasi Zionis dan menampung karyawan PHK dari brand-brand yang terdampak boikot.
  • Prinsip yang ditekankan Mas Okta: Tugas kita bukan mencari sukses, tetapi proses doa dan ikhtiar yang bernilai ibadah. Sebagaimana Hajar yang tidak mencari air, melainkan Pemilik Air (Allah), Mas Okta dan istri fokus mencari rida Allah dalam setiap langkah.
  • Peran Sentral Istri: Kekuatan di Balik Layar

Kisah Mas Okta tak terpisahkan dari peran istrinya, yang menjadi pilar kesabaran dan pengorbanan.

Okta Wirawan, Founder Kebuli Abuya

Pengorbanan Aset dan Tenaga

Ketika kesulitan melanda, istri Mas Okta adalah yang pertama berkorban. Ia menjual emas, bahkan cincin kawin, demi menggenapkan gaji karyawan. "Yang dijual pertama kali itu bukan aset saya, bukan mobil, bukan motor bahkan itu yang terakhir. Istri saya bahkan rela... dia punya emas... emasnya dia yang jual... yang penting kita bulan ini bisa menggenapkan gaji untuk karyawan."

Saat COVID-19, mereka berdua keliling Kanvasing, belanja ke pasar-pasar malam hari hingga jam 11 malam, memikul barang belanjaan fresh untuk memenuhi orderan pemerintah Jakarta Timur. "Saya dan istri itu sampai jam 11 malam kita berdua... Dan benar-benar kita nentengin itu pisang buah-buahan dan sayur-sayuran... sampai tangannya pun merah."

Penjaga Kehormatan Suami

Di masa-masa sulit, Mas Okta memuji istrinya karena tidak pernah curhat kepada orang tua, kakak, atau bahkan di media sosial, yang dapat menjatuhkan martabat suami. Ia menjaga harga diri suaminya dalam diam dan doa.

Bakti yang Berbuah Rezeki

Salah satu momen paling mengharukan adalah ketika Mas Okta rindu orang tuanya di Padang menjelang Ramadan. Mereka nekat pergi hanya berbekal uang tiket hasil menjual aset, tanpa uang saku. Saat harus makan siang, Mas Okta yang bingung karena rekening kosong, mencoba berhenti di ATM.

"Saya turun, saya masukkan ATM ke kartu. Masyaallah, ternyata ada uang Rp1 juta di dalam rekening itu yang sebelumnya nol."Ternyata uang itu adalah bayaran yang sudah lama tertunggak dari seorang calon mitra. Niat baik untuk memuliakan orang tua dan silaturahim telah menggerakkan Allah untuk mendatangkan rezeki dari arah tak terduga. Mas Okta dan istri menangis berdua di mobil, menyaksikan mukjizat rezeki dari Allah.

Okta Wirawan, Founder Kebuli Abuya

Kiat Anti-Hutang dan Anti-Riba: Modal Kecil, Niat Besar

Inilah inti dari pesan Mas Okta: Membesarkan usaha tidak harus berhutang, apalagi terlibat riba.

1. Istikamah Ibadah dan Infak Subuh

Mas Okta menjalankan amalan istikamah selama bertahun-tahun:

  • Salat Subuh Berjamaah di Masjid: Istikamah salat lima waktu di masjid.
  • Infak Subuh: Selalu menyisihkan infak sebelum masuk masjid, karena di waktu Subuh, dua malaikat berkumpul dan mendoakan rezeki."Yang kita pelajari bahwa di waktu subuh itu ada malaikat siang dan malaikat pagi malam yang berkumpul. Dan ketika kita infak, dia akan doakan, ‘Ya Allah, lancarkanlah rezekinya’."
  • Salat Sunah Fajar dan Sampai Syuruq: Menunggu hingga waktu Syuruq (sekitar jam 6 pagi) di masjid, yang fadhilahnya setara haji dan umrah sempurna. Waktu terbaik dan terproduktif Mas Okta adalah sebelum jam 9 pagi.

2. Komitmen Jihad Ekonomi (Infak 5% dari Omset)

Sejak awal, Mas Okta memiliki mimpi besar: memberikan 100.000 nasi box gratis setiap hari. Komitmen ini diwujudkan dengan:

  • Menyisihkan 5% Omset untuk Infak Makanan: Mau untung atau rugi, 5% dari omset langsung disisihkan untuk infak makanan, sembako, dan kegiatan dakwah.
  • Menyebarkan Kebaikan dengan Makanan: Membagikan beras saat Salat Subuh di masjid untuk memotivasi jamaah, dan mendukung pesantren tahfiz di "Kampung Judi" Bekasi agar anak-anak kembali mengaji.

"Kami 5% dari omset itu, mau untung ataupun rugi, 5%-nya itu kita langsung sisihkan untuk infak makanan."

Mas Okta percaya, niat menjaga tauhid dan menyelamatkan ekonomi saudara seiman (jihad ekonomi) adalah motor penggerak rezeki terbesar. Allah memampukannya berbisnis, bukan karena ia pintar, melainkan karena Dia ingin Mas Okta memiliki kemampuan untuk berbuat kebaikan (infak).

Mimpi Besar: Minang Kemilau, Kebanggaan Indonesia

Di tahun 2025, Mas Okta memiliki mimpi baru yang lebih besar: Minang Kemilau.

  • Konsep: Rumah Makan Padang skala besar yang efisien (fast moving) karena tidak perlu tanya menu (duduk langsung dihidang) dan omsetnya besar di Indonesia.
  • Visi Global: Membuka Minang Kemilau di Malaysia, Thailand, Vietnam, dan negara-negara lain, dengan bangunan menyerupai rumah gadang adat Minangkabau yang berkilauan seperti emas.
  • Misi Dakwah: Menjadikan Minang Kemilau sebagai "Masakan Minang Kebanggaan Indonesia" di mata dunia, sebagai sarana dakwah dan promosi budaya bangsa.

Kisah Mas Okta Wirawan adalah pengingat bahwa kesuksesan sejati adalah kombinasi dari ikhtiar di dunia dan ketergantungan total pada Pencipta. Jatuh bangun adalah proses mematangkan mental agar ketika sukses, ia tidak sombong, karena ia tahu: "Bukan karena saya yang pintar, bukan karena saya yang jago."

Semoga kisah ini menjadi motivasi bagi kita semua: mulailah dari kecil, jangan khawatir modal kecil, dan besarkanlah usaha dengan keyakinan, bukan dengan hutang dan riba.

Apa pelajaran paling berharga dari kisah Mas Okta yang paling mengena di hati Anda, dan bagaimana Anda berencana menerapkannya dalam hidup atau bisnis Anda? berikan komentar...

Komentar