Hebbie Agus Kurnia Hilir Digital: Kisah Sukses Bangkit dari Titik Nol Menuju Agensi Digital Miliaran
Dari Freelancer Kesepian Hingga CEO Hillir Digital dengan 50+ Karyawan
Kisah sukses Jejak Wirausaha kali ini datang dari Hebbie Agus Kurnia, seorang pengusaha muda berusia 29 tahun. Dari seorang lulusan SMA yang memulai karirnya sebagai freelancer di kosan sempit, kini ia adalah pemilik sekaligus CEO Hillir Digital, sebuah big scale agency yang mengelola budget iklan klien hingga puluhan miliar rupiah dan didukung oleh lebih dari 50 karyawan. Perjalanan Hebbie adalah cerminan ketahanan, keberanian, dan keyakinan teguh pada nilai-nilai kewirausahaan.
Dalam Kisahnya di saluran youtube Naik Kelas Hebbie, yang akrab disapa Hebosto di Instagram, berdomisili di Bandung dan memimpin Hillir Digital sebagai agensi yang fokus pada pengelolaan iklan budget besar. Mereka bekerja untuk klien-klien yang ingin meningkatkan Return on Ad Spend (ROAS), omset, dan aspek branding berbasis performance. Ini bukan sekadar menjalankan iklan, tetapi menjalankan strategi performa dengan skala yang masif.
Berdagang: Bukan Jalan Akhir, Tapi Pengasah Mental dan Pintu Rezeki Para Nabi
Sejak awal, Hebbie memegang teguh prinsip bahwa berdagang adalah salah satu pintu rezeki yang benar-benar dijalankan oleh Nabi dan para Sahabat. Ia merasa banyak orang yang memaknai berdagang hanya sebagai 'jalan akhir' atau opsi terakhir. Padahal, bagi Hebbie, berdagang adalah jalur paling make sense untuk memulai, terutama bagi mereka yang mungkin tidak memiliki gelar tinggi atau pengalaman spesifik seperti dirinya yang lulusan SMA.
"Saya merasa orang memaknai berdagang tuh Kok sederhananya kayak jalan akhir gitu. Padahal kalau buat saya salah satu yang bisa kita coba, kita enggak punya pengalaman, mungkin enggak punya gelar, lulusan SMA kayak saya, yaitu mungkin jalan yang paling make sense untuk mengasah mental, ngasah rezeki juga ya, itu berdagang menurut saya. Karena dengan berdagang itu bukan cuma rezeki doang, tapi kan di situ ada penguatan mental ya, karena itu kita enggak bergantung sama siapa-siapa," ungkap Hebbie.
Semangat berdagang ini sudah tertanam sejak SMP, di mana ia menjual kaset PS. Masa SMA menjadikannya lebih serius. Mengikuti kegiatan Rohis (Rohani Islam), ia semakin yakin bahwa berdagang adalah sunah. Ia mulai memberanikan diri berjualan di koperasi sekolah: dari kue, baju, powerbank, jersey, hingga makanan. Fase awal ini adalah fase coba-coba, mencoba semua lini bisnis. Prinsipnya sederhana: "Apa lu enggak ada? Lu mau? Gua ada." Hebbie menekankan bahwa fase awal ini adalah rutinitas yang harus dilewati setiap orang untuk mendapatkan esensi dari sebuah usaha.
Lompatan ke Dunia Digital: Lahirnya Alpha Creative dan Transformasi Menjadi Hillir
Titik awal mula Hillir Digital sebenarnya dimulai pada tahun 2014, saat Hebbie memulai karir sebagai freelancer dengan nama Alpha Creative. Berdasarkan saran, ia memutuskan mencari klien di luar negeri karena merasa pasar Indonesia saat itu belum sepenuhnya memahami jasa digital advertising.
Ia menggunakan berbagai platform seperti Upwork dan Freelancer.com. Klien pertamanya adalah sebuah hotel di Filipina. Pembayaran US$500 pada tahun 2014 memberikannya kejutan dan keyakinan bahwa ia bisa menghasilkan uang dari jalur ini. Walaupun hanya proyek, pengalaman itu membawanya ke klien-klien berikutnya.
Tahun 2015, pekerjaan mulai menumpuk. Klien yang banyak membuatnya overwhelmed. Ia menyadari, dirinya tidak bisa terus menerus bekerja sendirian. Momen inilah yang membuatnya harus membuat keputusan besar terkait pendidikannya.
"Kuliah saya tuh bisa dibilang teman-teman saya waktu itu kuliah dibilang kayak ekstrakurikuler... makanya dari situ saya merasa bahwa saya disibukkan untuk gimana caranya cari uang karena saya merasa rezeki saya akan lebih besar Kalau saya ngambil tanggung jawab lebih besar," ujar Hebbie.
Dengan konsep "mengambil tanggung jawab lebih besar" yang ia dapat dari gurunya, Hebbie mengajukan pengunduran diri dari kuliah pada tahun 2017. Responnya klise: "Apa enggak sayang?" Namun, ia harus menafkahi ibunya dan adiknya setelah orang tuanya bercerai. Keputusan itu berat, tapi ia merasa harus menjalaninya sendirian.
Tahun 2017-2018, Hebbie mulai merekrut orang, awalnya dari teman kampus, dibayar "sebisanya." Ia mulai memetakan apa yang ia tidak suka lakukan, misalnya Customer Service (CS). List ketidaksukaan ini menjadi dasar pembentukan tim. Puncaknya di tahun 2020, terbentuklah tim remote pertama Hillir dari berbagai kota.
Nama Alpha Creative kemudian berganti menjadi Hillir di tahun 2020 karena sengketa nama. Nama baru ini lahir dari fase rebranding di tengah masa yang akan menjadi periode terberat dalam hidup Hebbie.
Badai Ujian dan Kebangkitan Hillir di Masa Pandemi (2020)
Tahun 2020 menjadi titik terberat sekaligus titik balik bagi Hebbie. Sebelum pandemi, Hebbie menjalankan berbagai bisnis konvensional lainnya seperti bimbingan belajar offline, ritel online, dan advertising lainnya. Dengan pola pikir Hit and Run (bisnis yang cepat menghasilkan uang), ia sempat berada di titik "jaya" dan mengakui adanya kesombongan dalam dirinya—merendahkan profesi lain dan merasa digital marketer adalah segalanya.
"Saya rasa bahwa titik jayanya saya dulu seiring dengan titik sombongnya saya sih, Mas. Saya merasa betul saya sombong banget... semua kesombongan saya ke orang tua saya, ke teman-teman saya, ke partner-partner saya, dibayar tunai sama Allah semua harta kecabut," kenang Hebbie.
Saat pandemi melanda, semua bisnis konvensionalnya rata. Ia harus melakukan PHK massal dan bertanggung jawab atas tunggakan pesangon yang mencapai Rp160–170 juta per bulan, belum termasuk biaya operasional lain. Aset-aset di Bekasi, termasuk gedung, harus dijual. Ia dan istrinya pindah ke Bandung dan tinggal bersama mertua karena ia benar-benar tidak punya uang. Musibah datang bertubi-tubi, ia kehilangan adiknya dan pamannya karena infeksi.
Di tengah kehancuran ini, Hillir Digital adalah satu-satunya bisnis yang tetap hidup dan menghidupi. Hillir tetap melayani klien, terutama UKM yang sangat membutuhkan omset di masa pandemi, dan iklan adalah senjata mereka. Ia melihat ini sebagai hadiah dan pertolongan Allah.
Momentum growth Hillir terjadi justru di tahun 2020. Di tengah kesulitan finansial, Hebbie mengambil keputusan ekstrem: menggunakan uang tabungan pendidikan anaknya untuk merekrut orang dan membesarkan Hillir.
"Kami kesulitan tapi kayaknya di Hillir ini Allah titipin banyak hal gitu. Nah makanya dari situ ya bismillah lah saya pakai dulu uang pendidikan anak saya gitu," ujarnya.
Dengan ketekunan dan kesabaran yang didukung penuh oleh sang istri, Hillir grow secara perlahan. Hillir yang bootstrapped (tidak ada investor) ini berhasil melalui masa sulit karena berani bertahan (sebuah skill yang ia anggap underrated).
Saat ini, Hillir Digital mengelola budget iklan klien hingga puluhan miliar rupiah per tahun. Klien aktif berjalan mereka per 2024 kemarin mencapai sekitar 60, dan diproyeksikan tumbuh dua kali lipat pada 2025.
Model Bisnis Hillir: Mereka membebankan biaya jasa untuk pengelolaan advertising, bukan mengambil persentase dari puluhan miliar budget iklan yang dikelola klien. Rata-rata klien memilih agensi (daripada in-house) karena lebih efisien dan menghindari kerumitan seperti THR, BPJS, dan pelatihan marketing dari nol.
Contoh Sukses Klien Hillir:
Pelatihan Hewan Peliharaan (Digital Product): ROAS meningkat hampir 3x lipat dalam 2 tahun.
Kemitraan Franchise Makanan: Mendapatkan 105 mitra baru dalam 1 tahun.
Fashion (Marketplace): Mampu mencapai ROAS hingga 403, yang menunjukkan efektivitas iklan yang luar biasa.
Visi Masa Depan: Hillir Digital sedang merencanakan sentralisasi di Bandung dan akan membuat kantor representatif di Singapura. Proyeksi hingga 2029 adalah ekspansi ke Southeast Asia, dan impian besar (American Dream) para founder adalah IPO pada tahun 2040.
Filosofi Bisnis Hillir: Iklan adalah Kesimpulan, Bukan Sandaran
Hebbie menegaskan bahwa mereka tidak menerima setiap klien yang hanya ingin serba instan. Ia melihat sebuah pola jelas dari data pengelolaan budget puluhan miliar:
"Iklan itu adalah kesimpulan, bukan tempat bersandar."
Hebbie dan timnya selalu menekankan bahwa bisnis yang ingin sukses beriklan harus memperbaiki aspek organik terlebih dahulu. Saat organik bisnis bagus (aktivitas natural, engagement audiens, membalas komen, posting rutin), maka iklannya secara otomatis akan menjadi kesimpulan yang bagus. Iklan hanyalah akselerator. Bagi Hebbie, tujuannya bukan hanya Hit and Run, tetapi membangun brand yang kuat sehingga repeat order berjalan tanpa selalu bergantung pada iklan berbayar.
Tantangan Terbesar: Mengelola Manusia dan Pentingnya Psikologi
Tantangan terbesar dalam bisnis jasa seperti Hillir bukanlah teknologi, melainkan manusia—baik itu karyawan maupun klien. Hebbie menyesal dulu tidak menganggap serius pelajaran tentang psikologi manusia, self-improvement, dan perilaku.
Untuk scale up, seorang pemimpin harus tahu cara handling manusia, memahami peta karakter timnya. Hebbie bahkan menerapkan tes kepribadian untuk seluruh timnya (sensing, thinking, intuiting, feeling) agar tahu bagaimana cara berkomunikasi dan memimpin mereka.
"Kalau kita pelajari orang, maka secara tidak langsung kita lagi on the way scale up," tegasnya.
3 Fase Kunci untuk Scale Up (Audit, Transfer, Fill):
Audit: Setiap 3 bulan, Hebbie mendaftar hal-hal yang ia benci dalam pekerjaannya (misalnya CS, setup iklan, strategi marketing). Ia memberi nilai 0-10 seberapa besar kebenciannya.
Transfer: Pekerjaan yang paling ia benci (list teratas) harus ditransfer ke orang lain. Kuncinya: cari orang yang lebih pintar dari diri kita, bukan sekadar copy dari diri kita yang kedua. Fase ini didahului dengan menyusun flowchart, prosedur, dan KPI yang jelas sebelum merekrut.
Fill: Mengisi waktu dengan pekerjaan yang benar-benar disukai dan bernilai tinggi bagi perusahaan.
Proses ini berjalan terus menerus setiap 3 bulan, memastikan seorang pemimpin fokus pada tugas yang benar-benar ia kuasai dan cintai.
Prinsip Hidup dan Sharing Happiness
Hebbie meyakini bahwa salah satu resep keberhasilannya adalah keberuntungan (hoki), yang datang dari sharing happiness atau sedekah. Ia tidak pernah meniatkan sedekah untuk menarik rezeki, melainkan hanya ingin membantu orang.
Di masa-masa awal Hillir, beberapa klien yang terdampak pandemi tidak mampu membayar. Hebbie memilih untuk menggratiskan atau menerima bayaran seadanya, dengan prinsip: "Bro, gua bantu aja, udah. Gua tahu kok rasanya gimana. Gua juga lagi down. Ayo, gua bantu aja."
"Di saat yang sama, Allah bantu saya. Jadi resepnya kalau dari versi saya adalah kalau kita bantu orang, Allah bantu kita," tutupnya.
Prinsip ini berlanjut pada budaya tim Hillir yang ditekankan pada Komunikasi, Transparansi, Koordinasi, dan Aksi. Hebbie percaya, selama karyawan jujur, mengakui ketidakmampuan, dan terbuka, ia akan membantu 100%. Namun, jika sudah ada tutup-menutupi dan kebohongan, itu hanya akan menjadi bom waktu.
Inti dari prinsip komunikasi terbuka ini adalah menurunkan ego. Menurut Hebbie, rezeki akan masuk saat ego kita turun, dan kita berhenti berpikir bahwa segala kesusahan adalah beban pribadi.
Proyeksi Masa Depan Digital: The Creative Advertiser
Hebbie memandang bahwa dunia digital bukanlah tren, melainkan way of living di masa depan. Khusus di dunia Advertising, ia memprediksi platform iklan akan semakin pintar, namun ada satu hal yang tidak bisa dilakukan platform dan bahkan AI, yaitu: membuat konten iklan yang bagus.
Nasihatnya untuk para pengusaha yang ingin growth adalah:
"Investlah 5 tahun ke depan ke tim Creative Advertising... fokuslah bikin konten iklan yang memang disukai banget sama platform dan dalam jumlah kuantitas yang banyak."
Ia menyimpulkan bahwa seorang digital marketer harus berada di irisan antara Ilmuwan (membaca data) dan Seniman (membuat konten kreatif). Orang yang menguasai irisan ini adalah masa depan industri.
Hebbie Agus Kurnia telah membuktikan bahwa berani mengambil tanggung jawab lebih besar adalah kunci utama untuk pertumbuhan. Dari kosan Geger Arum yang serba terbatas, kini mimpinya adalah membawa Hillir Digital go international, didorong oleh semangat kewirausahaan, mental baja, dan keyakinan bahwa rezeki itu datang dari pertolongan Allah melalui pertolongan kepada sesama manusia.
Salam Hangat dari Redaksi JEJAK WIRAUSAHA!
Untuk seluruh Sobat JEJAK WIRAUSAHA di mana pun Anda berada, kisah Hebbie Agus Kurnia dan Hillir Digital adalah pengingat yang kuat: jalur kewirausahaan penuh lika-liku. Ada kalanya kita di atas, ada kalanya kita harus menghadapi badai hingga menjual aset dan mengorbankan tabungan—seperti Hebbie di tahun 2020. Namun, dengan memegang teguh prinsip bertahan, mengambil tanggung jawab lebih besar, dan keyakinan bahwa pertolongan datang saat kita membantu orang lain, kebangkitan itu pasti ada.
Hebbie membuktikan bahwa kunci scale up bukan hanya di teknologi, melainkan pada psikologi manusia dan kemauan untuk mencari orang yang lebih pintar dari diri kita sendiri. Ia menunjukkan bahwa iklan adalah kesimpulan, bukan tempat bersandar, dan fondasi organik bisnis harus kuat sebelum diakselerasi.
Semoga perjalanan inspiratif dari Bandung hingga ambisi IPO tahun 2040 ini bisa menyuntikkan semangat baru dalam diri Anda untuk terus maju!
Mari Berinteraksi!
Setelah menyimak kisah hebat Hebbie Agus Kurnia, kami ingin tahu pendapat Anda:
Dari semua filosofi yang dipegang Hebbie (Berdagang sebagai pengasah mental, Iklan adalah Kesimpulan, atau Fokus pada Psikologi Manusia), prinsip manakah yang paling Anda rasa relevan dan akan Anda terapkan segera dalam bisnis Anda?
Apa tantangan terbesar Anda saat ini dalam proses "Audit, Transfer, dan Fill" pekerjaan di tim Anda untuk scale up?
Tuliskan jawaban dan insight terbaik Anda di kolom komentar di bawah! Mari kita jadikan ruang ini sebagai tempat berbagi pengalaman dan semangat.
Sampai jumpa di JEJAK WIRAUSAHA berikutnya!
Sumber : Ch.ytb. Naik Kelas : Gokil! Pengusaha Ini Berhasil “Gandakan” Uang 20 Juta Jadi 1,2 Miliar Dalam 1 Bulan






Komentar
Posting Komentar