Hidup Dari Kolong Jembatan ke Bisnis Rak Minimarket: Kisah Inspiratif Suyono Mandang
Kisah hidup Suyono, atau yang dikenal di kanal YouTube-nya sebagai Suyono Mandang Indonesia, adalah sebuah perjalanan yang melukiskan ketekunan, keikhlasan, dan keberanian menghadapi badai utang. Berawal dari kesulitan yang tak terbayangkan hidup di kolong jembatan dan harus mengajarkan anak berbohong demi menghindari penagih utang. kini ia menjelma menjadi pengusaha sukses penyedia perlengkapan toko dan sistem kasir dengan jangkauan pengiriman hingga pelosok Papua dan Aceh.
Kisah ini lebih dari sekadar cerita sukses; ini adalah testimoninya yang telah tayang di saluran youtube PecahTelur tentang bagaimana pengalaman pahit dapat diubah menjadi motivasi kuat untuk berbagi dan memberdayakan sesama.
Luka Lama dari Lilitan Utang
"Kalau tiap minggu itu ada orang yang nagih ke rumah, nah itu yang buat saya sampai sekarang nelongsok," tutur Suyono dengan nada getir. Ia mengaku tak bisa menahan air mata setiap kali menceritakan masa kelamnya.
Semua bermula sekitar tahun 2012. Awalnya, Suyono dan istri memulai usaha dengan berjualan sayur dan buah di pasar. Kehidupan berjalan normal, bahkan mereka sempat menabung untuk membangun rumah. Namun, rencana itu membawa mereka pada keputusan berutang ke bank sebesar Rp35 juta. Utang ini lancar dibayar hingga tersisa sekitar Rp10 juta.
Petaka dimulai ketika istrinya hamil anak kedua. Setiap ke pasar, sang istri sering muntah-muntah, memaksa mereka beralih haluan usaha ke sektor pertanian. Mereka menyewa sawah untuk menanam tebu dan padi. Selama tiga tahun, mereka tak pernah panen. Tanaman tebu ludes terbakar tiga kali. Akibatnya, utang yang semula Rp10 juta melonjak menjadi Rp40 juta, dan semula hanya satu bank, kini menjadi banyak bank.
Setiap minggu, rumahnya didatangi penagih utang. Situasi ini menciptakan kenangan paling menyakitkan bagi Suyono: mengajarkan anak pertamanya yang masih kelas 5 SD untuk berbohong.
"Setiap saya tidur, kalau ada orang ke rumah cari, bilang 'Ayah keluar.' Jadi anak saya kelas 5 itu sudah berbohong, Pak, sama orang. Secara tidak sengaja, saya ngajari anak saya untuk berbohong. Itu yang buat saya enggak bisa..."
Anak pertamanya akan selalu mengatakan "Ayah keluar" saat ada tamu penagih, padahal Suyono ada di rumah. Situasi ini berputar-putar, memaksa mereka meminjam ke satu bank perkreditan untuk menutup utang di bank lain sebuah lingkaran setan utang yang menghimpit.
Titik Balik dan Inspirasi "Baso Romat"
Hingga suatu hari, Suyono mengumpulkan istri dan anak-anaknya. "Ini usaha opo?" tanyanya, bertekad mengubah keadaan. Keputusan ekstrem pun diambil: ia memacetkan semua utangnya di empat BPR.
"Apapun jangan dibawa yang ada. Jadi kalau nagih ke toko, saya kasih, Pak. Rp200, kalau ada Rp100 ya saya kasih Rp100, Rp100. Kalau ada Rp200, kasih Rp200," kenangnya. Ia memutuskan untuk membayar seadanya, dengan niat pasti melunasi.
Modal untuk bangkit didapatkan dari panen tebu terakhir yang menghasilkan uang Rp19 juta. Uang itu tidak ia gunakan untuk membayar semua utang yang Rp40 juta, sebab ia tahu itu tidak akan cukup.
"Kalau kita bayar semua, kita tetap punya utang. Jadi utang tetap saya macatkan, tapi niat tetap saya kasih seadanya."
Inspirasi usahanya datang tak terduga. Saat mengantar tetangga bertemu Bupati, Suyono bertemu dengan seorang pejabat. Pejabat itu meminta bantuan kepada rekannya, "Pak, aku jaluk loro [Pak, saya minta dua]." Rekan tersebut lantas bertanya, "Kamu punya uang berapa?" Jawabannya, "1 miliar, 2 miliar. Kamu bikin namanya Baso Romat, saya izini."
Mendengar percakapan itu, Suyono langsung terinspirasi: membuka toko. Kebetulan, di Nganjuk, tempat tinggalnya, sedang dibuka kesempatan untuk mendirikan minimarket.
Dari pertemuannya dengan pejabat yang mengalami kesulitan, ia bertekad tinggi: "Saya akan belajar sungguh-sungguh. Nanti kalau ada orang punya uang kesusahan buka, saya bisa carikan jalannya."
Membangun Kerajaan Rak dan Sistem Kasir
Tekad Suyono berbuah manis. Dengan modal Rp19 juta, ia mendirikan toko. Saking terbatasnya modal, tempat itu hanya mampu dibangun atap dan lantai saja. Dindingnya menggunakan terpal, dan bagian depan tidak ada penutupnya.
"Toko 24 Jam" adalah strategi pertamanya. Suyono, istri, dan anak-anaknya bahu-membahu menjaga toko. Jadwal jaga dibagi: Suyono pukul 11 malam sampai 4 pagi, anak perempuannya pukul 4 pagi sampai sekolah, dan istrinya dari siang, bergantian tidur.
"Awal mulanya buka 24 jam itu ya sepi beli, kalau malam ya cuma dua tiga. Tapi kelama-lamaan, yang ramai itu justru yang malam."
Tokonya menjadi rujukan utama bagi orang-orang yang membutuhkan sesuatu di malam hari, mulai dari kebutuhan persalinan, duka cita, hingga sekadar lapar. Toko Suyono dikenal murah, meski ia mengakui bahwa yang dimurahkan hanyalah barang yang paling dicari orang, misalnya mi instan merek tertentu yang paling laku.
Karena modal kecil, ia hanya bisa belanja empat kali sehari. Ia bahkan sempat menuliskan label harga untuk barang yang belum ia miliki, demi memberikan kesan bahwa barang tersebut tersedia.
Dari pengalaman mendirikan toko retail inilah, ia menemukan celah baru: menyediakan perlengkapan toko (rak dan sistem kasir).
Keunggulan Rak Suyono
Rak yang dibuat Suyono Mandang memiliki keunikan. Ia membuat rak dengan lebar 25 cm, berbeda dari rak pabrikan yang umumnya 35 cm. Ini berdasarkan pengalamannya sendiri, di mana stok barang tidak pernah sampai ke belakang rak, sehingga lebih efisien membuat rak yang lebih ramping dan hemat biaya. Rak-rak ini dibuat sendiri di bengkelnya, dengan Suyono hanya membuat sketsa atau animasinya, lalu dikerjakan oleh karyawan.
Untuk bahan baku, ia menggunakan plat sisa/buangan pabrik (plat 0.7), yang bisa didapatkan hingga 1-2 ton per minggu. Dengan biaya bahan baku plat 1 ton seharga Rp17 juta, usahanya kini mampu menghasilkan keuntungan yang signifikan.
Pencapaian usaha Suyono:
- Omset: Akhir pekan (Malam Minggu) bisa mencapai Rp10 juta sehari, hari biasa Rp5-6 juta, dengan profit rata-rata 5-8%.
- Jangkauan: Sudah mengirim perlengkapan ke lebih dari 2.000 toko di seluruh Indonesia. Terjauh sampai Papua pedalaman dan Aceh.
- Sistem Jual: Menerapkan sistem COD (Bayar di tempat) di daerah tertentu, dan mempersilakan pelanggan untuk melihat barang yang sudah terpasang di toko terdekat jika ragu untuk transfer.
Pelajaran Berharga dan Prinsip Berbagi
Meskipun kini sukses, Suyono tak pernah melupakan masa lalunya, terutama masa-masa hidup di Jembatan Ploso, 10 km dari rumahnya sekarang, dari kelas 6 SD sampai ia menikah.
Saat itu, ia membantu orang-orang yang kesulitan menanjak jembatan dengan sepeda atau gerobak, dan imbalannya adalah makanan: jagung, tahu, atau tempe. Ia bahkan pernah hanya mampu membeli ampas kacang hijau dari tukang jual es, karena tidak mampu membeli segelas penuh.
"Kalau punya uang Rp1.000, Mama, ya bisa kita belikan kacang hijau es dua gelas. Lah, tidak kita belikan, Pak. Jadi nunggu orang jual kacang hijau itu habis, ampasnya itu saya beli, Pak."
Pengalaman hidup dari bekal ampas kacang hijau dan makanan pemberian inilah yang membentuk prinsip hidupnya.
Prinsip Bisnis dan Kehidupan
Berbagi Wajib: Suyono tidak pernah memberikan persenan atau hadiah kepada pelanggan saat hari raya. Ia percaya, pelanggan sudah punya uang. Ia memilih untuk memberikan rezeki kepada orang yang tidak mampu beli.
Dana Sosial: Istri Suyono wajib menyisihkan sebagian pendapatan, termasuk dari gaji YouTube, untuk membantu orang tua dan mereka yang membutuhkan.
Bantu Orang Berutang: Ketika ada orang yang menawarkan tanah kepadanya, ia bertanya alasan menjualnya. Jika karena terbentur utang seperti dirinya dulu, ia akan bantu melunasi utangnya, alih-alih mengambil tanah itu.
Kini, aset sudah berlimpah. Tanah sawah yang dulunya harus disewa, kini sudah bisa ia beli. Ia bahkan berencana menggratiskan fasilitas seperti kolam renang sebagai wujud syukur atas berkah yang didapatkannya.
Bagi Suyono, orang yang paling berperan dalam karirnya adalah keluarganya, terutama sang istri dan anak pertamanya yang berjuang bersamanya di toko 24 jam. Pesan terpentingnya bagi pengusaha retail yang baru merintis adalah:
"Kerja yang tekun, gitu aja. Bisa mengatur mana untuk pengembangan usaha, mana untuk pengeluaran. Punya pendapatan 100, ya berapa persen lah itu harus untuk pengembangan."
Dan yang paling utama: Jangan menunggu modal besar untuk memulai. Mulailah dengan apa adanya, jual apa yang bisa dijual. Seperti dirinya, yang memulai dengan toko beratap terpal dan tanpa penutup, yang penting adalah keberanian untuk memulai.
Sumber : Ch.Ytub. PecahTelur : Terjerat Lingkaran Hutang Sempat Hidup Di Kolong Jembatan Kini Sukses Bisnis Retail
Semoga kisah ini menginspirasi dan bermanfaat, terima kasih.
0 Komentar