Jejak Bisnis Willis Firjatullah: Kisah Sukses Dimsum Ketandan, Bangkit dari Sisa Rp2.500 dan Gerobak

Willis Firjatullah's Business Journey: The Success Story of Ketandan Dimsum, Rising from Rp2,500 and an Cart

Ini adalah kisah Willis Firjatullah dan perjalanannya membangun Dimsum Ketandan, sebuah bisnis kuliner yang lahir dari gairah, diuji oleh pandemi, dan akhirnya berkembang pesat berkat sistem yang kuat dan prinsip hidup yang teguh. Kisah ini telah diceritakan pada saluran youtube PecahTelur : Dari Gerobak Sederhana, Kini Punya 10 Outlet! Sehari Bisa Laku 3.000 Dimsum.

Willis Firjatullah

Panggilan Hati yang Mengubah Arah

Kisah Willis Firjatullah, sang pendiri Dimsum Ketandan, adalah narasi tentang perjalanan menemukan jati diri melalui berbagai profesi sebelum akhirnya 'pulang' ke panggilan hati.

Dari Hotel Bintang Lima ke Balik Mikrofon

Willis muda mengawali langkahnya di jalur profesional. Lulus SMA di Tulungagung pada 2012, ia mengikuti arahan orang tua untuk sekolah perhotelan di Yogyakarta. Keyakinannya saat itu sederhana: "selama saya ngikut kata orang tua Insyaallah nanti akan diberikan jalan."

Selama setahun, ia menempuh pendidikan teori 6 bulan dan magang 4 bulan, termasuk di sebuah restoran Jepang di Singapura. Ia menikmati pekerjaan di bidang hospitality food and beverage service, bahkan sempat berangan-angan untuk bekerja secara profesional, termasuk mempertimbangkan kapal pesiar atau tawaran kerja 2 tahun di hotel darat di Qatar.

Namun, ia memutuskan menolak kontrak kerja yang menjauhkannya dari keluarga. Ia menyadari, uang sebanyak apapun tak akan terasa nikmat jika jauh dari orang yang dicintai. Ayahnya, seorang guru SD yang tegas dan disiplin, justru menyarankan Willis untuk sekolah lagi agar mendapat kesempatan yang lebih banyak di masa depan.

Menjadi Seorang Public Speaker

Mengikuti saran orang tua, pada 2014, Willis mencoba peruntungan mendaftar kuliah. Meski gagal di SBMPTN, ia berhasil masuk ke D3 Bahasa Prancis Sekolah Vokasi UGM melalui jalur ujian tulis mandiri. Di titik inilah minatnya bergeser drastis. Ia tertarik pada public speaking dan bercita-cita menjadi MC.

Ia pun larut dalam dunia public speaking. Sejak 2015 hingga 2018, ia aktif sebagai MC berbagai event, bahkan sempat bergabung sebagai announcer radio pada 2017—menggunakan nama siaran Willy Virza yang kini menjadi identitas media sosialnya. Afirmasi dirinya berubah dari profesional hospitality menjadi profesional MC.

Willis Firjatullah: Kisah Sukses Dimsum Ketandan

Jatuh Cinta pada Dimsum di Sebuah Festival

Tahun 2019, setelah lulus kuliah, muncul fase ketiga yang menjadi titik balik sesungguhnya: entrepreneurship. Inspirasi itu datang ketika ia menjadi MC di sebuah event, Arjok (Art Jog). Di sana, ia mencicipi dimsum dari salah satu tenant.

"Saya makan satu, setelah itu tiba-tiba kayak kalau diceritain main blowing gitu ya dan di situ kata hati saya berubah lagi. Saya pengin jualan dimsum. Enggak tahu gimana caranya, pokoknya saya pengin jualan dimsum."

Kelahiran dan Kematian Sementara Dimsum Ketandan

Berbekal sedikit dasar produksi dari pendidikan hospitality, Willis mulai mengembangkan produk dimsumnya pada Agustus 2019. Dengan modal minim, sekitar Rp500.000 hingga Rp1.000.000, ia membeli palet kayu sederhana dan membuat gerobak sendiri. Awalnya, ia berjualan seminggu sekali di Car Free Day Magelang, berpartner dengan seorang teman. Setelah itu, ia mulai ikut berbagai event kuliner di Magelang dan Yogyakarta.

Berjualan di Kampung Pecinan

Titik penting muncul ketika ia dihubungi oleh Tante Emi Lim, seorang warga Tionghoa yang awalnya hendak menjual mixer kepadanya. Tante Emi Lim justru menawarkan Willis untuk mengelola tempat di Kampung Pecinan Ketandan, area Malioboro, Yogyakarta.

Tawaran ini disambut baik, dan pada Desember 2019, ia mulai berjualan di sana. Lokasi inilah yang menjadi inspirasi namanya: Dimsum Ketandan.

Willis Firjatullah: Kisah Sukses Dimsum Ketandan

Pandemi, Tutup, dan Uang Terakhir Rp2.500

Awal 2020, setelah berpartisipasi di Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta, pandemi Corona datang. Kondisi di Yogyakarta kacau, jalanan sepi, dan semua event MC serta kegiatan siaran radio pun dibatalkan. Willis, yang bisnisnya masih seumur jagung, harus mengambil keputusan cepat untuk bertahan hidup."Pilihan saya cuma satu. Saya mati di Yogyakarta tanpa penghasilan, maksudnya, atau saya balik ke Tulungagung."

Willis memilih opsi kedua: pulang ke Tulungagung, tempat orang tuanya berada. Ia membawa uang terakhir hanya Rp2.500. Di Tulungagung, ia meminta izin kepada ayahnya untuk "numpang" berjualan di depan warung STMJ dan Soto milik ayahnya di daerah Pelandaan. Dengan sisa uangnya, ia memesan gerobak kecil aluminium seharga sekitar Rp1.500.000, dan sisanya dijadikan modal bahan baku.

Titik Balik di Tulungagung: Tumbuh di Tengah Badai

Kepulangan Willis ke Tulungagung pada akhir Februari 2020 (menjelang Maret) menjadi titik balik yang tak terduga. Ajaibnya, di tengah masa sulit pandemi, penjualan Dimsum Ketandan di Tulungagung justru meningkat banyak persen dalam dua bulan pertamanya. Willis mengaku saat itu belum punya basic analisa market dan tidak merasa melakukan marketing yang luar biasa. Ia percaya, ini adalah jalan rezeki yang diberikan Allah.

"Alhamdulillah di situ dua bulan setelah di Tulungagung penjualan meningkat banyak persen... dan alhamdulillah dari tahun 2021 itu sampai sekarang..." Peningkatan drastis ini memaksanya untuk segera merekrut karyawan dan mulai belajar keras tentang sistem bisnis.

Willis Firjatullah: Kisah Sukses Dimsum Ketandan

Pertumbuhan Outlet dan Sistem Bisnis

Dimsum Ketandan kini telah memiliki banyak outlet dan mitra. Outletnya tersebar di Tulungagung (2), Kediri (1), Blitar, Jombang, Pare, dan sempat di Surabaya serta Semarang. Selain itu, ia juga memiliki rekanan khusus untuk varian siomai, sementara produk varian lain ia riset dan produksi sendiri.

Pengalaman pahit saat harus tutup di Yogyakarta dan scale up yang terburu-buru membuatnya belajar tentang pentingnya sistem sebelum membuka cabang.

Prinsip Scale Up Dimsum Ketandan:

  • Cek Omset dan Profit: Pastikan omset dan profit outlet utama sudah bagus. Jangan sampai omset besar, tapi HPP juga besar (profit tipis).
  • Perkuat Sistem: Setelah profit oke, sistem harus beres. Ini mencakup R&D (riset dan pengembangan), distribusi, supply chain (memastikan bahan baku aman/tidak diskontinu), Finance (pencatatan keuangan), dan Marketing.
  • Baru Scale Up (Duplikasi): Jika ketiga pilar (omset, profit, sistem) sudah kokoh, barulah dilakukan duplikasi ke lokasi lain.

Willis menyadari, setiap lokasi baru memiliki tantangan dan karakteristik demografi yang berbeda, sehingga strategi pun harus disesuaikan.

Membangun Value di Red Ocean Kuliner

Di tengah ramainya pasar dimsum (red ocean, atau bahkan black ocean seperti sebutannya), Willis tak gentar. Ia berfokus membangun nilai (value) dan karakter merek yang kuat, alih-alih sekadar bersaing harga. Unique Selling Proposition (USP) Produk
Prinsip utama Willis adalah: "produk saya beda dari yang lain". Ia tidak mengklaim produknya paling enak, tetapi berfokus pada diferensiasi.

Variabel Riset yang Kompleks: Ia melakukan riset produk dengan memasukkan banyak variabel dalam bahan baku agar produk sulit ditiru. Ini menciptakan cita rasa otentik dan karakter yang kuat, baik pada dimsum maupun bakmi yang kini juga dikembangkan.

Bukan Sekadar Cuan: Goals-nya adalah membagikan produk yang ia suka. "Gimana caranya orang itu senang dulu dengan produk kita, kalau dia memang senang dia akan otomatis share ke orang lain juga."

Willis Firjatullah: Kisah Sukses Dimsum Ketandan

Strategi Sustain dan Inovasi

Willis menekankan pentingnya brand value untuk bertahan dari gelombang fomo dan perang harga. Ia berupaya agar Dimsum Ketandan menjadi top of mind. 

  • Servis yang Standar Terbaik: Memberikan layanan yang minimal standar, tetapi mungkin menjadi pembeda di Tulungagung.
  • Inovatif dan Solutif: Dulu, ketika dimsum belum banyak, Ketandan menjadi solusi. Sekarang, ketika kompetitor banyak, ia harus inovatif. Inovasinya termasuk:
  • Konsep Lokasi: Membangun outlet di Tulungagung dengan konsep Mini Pecinan Oriental seperti di Yogyakarta.
  • Inovasi Produk: Tetap di koridor oriental food, tidak hanya Chinese, tapi juga fusion Chinese-Japanese atau Japanese-Korean.
  • Supply dan Volume: Sadar bahwa ia berada di pasar semi-commodity yang marginnya tipis, ia berjuang dengan menaikkan volume melalui: Pembukaan outlet reguler dan  Strategi supply ke reseller, kafe, atau hotel.

Pernah mencapai penjualan tertinggi 3.000 piece per hari di satu outlet saat masa fomo, dan kini stabil di 1.000 piece per hari.

Validasi Pasar, Bukan Ego

Willis berpegang teguh bahwa yang berhak menilai rasa enak adalah pasar (market), bukan egonya sebagai pemilik. Sebelum diluncurkan, produk harus di-curate atau divalidasi oleh "orang awam" yang jujur memberikan feedback. Tujuannya agar produk valid di pasar dan berkarakter, sehingga tidak mudah ditiru dan harganya tidak jatuh dalam perang harga komoditas.

Kekuatan Spiritual dan Filosofi Entrepreneur

Di balik strategi bisnis yang matang, Willis menyisipkan prinsip hidup yang ia yakini sebagai kunci kesuksesan: restu orang tua dan dedikasi tanpa batas.


Jangan Remehkan Restu Orang Tua
Willis mengingat perbincangannya dengan sang ibu setelah lulus kuliah. Ibunya bertanya, "Enggak pengin kerja?" (yang dimaksud adalah kerja ikut sistem, seperti PNS atau perusahaan). Willis yang tidak ingin terikat jam kerja 08.00–17.00, menjawab, "sekarang saya bisa melakukan pekerjaan ini semua yang saya lakukan, tolong didoakan." Restu dan doa dari ibu itulah yang ia yakini menjadi berkah dan jalan hingga Dimsum Ketandan berada di titik ini.

Kerja 24/7 dan Work-Life Integration

Ironisnya, Willis yang menghindari jam kerja kantoran 08.00–17.00, kini justru bekerja 24/7, 365 hari. Namun, ia melakukannya dengan enjoy. Ia menyadari, pekerjaan entrepreneur tidak melulu soal fisik, tetapi soal pikiran yang terus menyusun strategi, mencari solusi, dan merencanakan masa depan. Willis memiliki pandangan bijak tentang dua karakter utama manusia dalam bekerja: profesional dan entrepreneur.

"Mana yang lebih baik? Enggak ada yang lebih baik, enggak ada yang lebih buruk. Karena sebenarnya entrepreneur juga butuh profesional dan profesional juga pastinya butuh entrepreneur untuk mendedikasikan karyanya. Semuanya berkarya." Ia memilih peran entrepreneur dan menikmatinya, dengan prinsip menghayati pekerjaan sepenuh hati dan melihat tantangan sebagai jalan untuk tumbuh (grow), bukan sebagai beban.

Willis Firjatullah: Kisah Sukses Dimsum Ketandan

Memanusiakan Manusia

Menurut mentornya, kunci sustain di bisnis FNB adalah memanusiakan manusia. Willis berupaya keras untuk memastikan timnya di Ketandan merasa senang bekerja, mendapatkan manfaat (skill), dan merasa didukung. Ketika tim senang, pekerjaan yang dilakukan akan menjadi berkah.

Willis tidak hanya berpuas diri dengan Dimsum Ketandan. Ia kini juga terlibat dalam manajemen brand lain, Vico Donat, serta proyek baru seperti Sarapan Breakfast dan Gule Sambang Bu Wati. Ia berharap dapat berkolaborasi dengan banyak pelaku FNB lain untuk bersama-sama memajukan industri kuliner di Tulungagung.

Perjalanan Dimsum Ketandan adalah bukti nyata bahwa modal kecil, bahkan sisa Rp2.500, dapat menjadi awal dari sesuatu yang besar, selama dibarengi dengan gairah yang tulus, sistem yang terencana, dan keyakinan akan restu orang tua. Dimsum Ketandan bukan hanya tentang mencari keuntungan (cuan), tetapi tentang membangun brand yang berkarakter, berbeda, dan memberikan manfaat bagi banyak orang.

Februari ini Dimsum Ketandan genap 5 tahun, sebuah periode yang diawali dengan keraguan di Yogyakarta, namun kini kokoh berdiri sebagai bukti kegigihan Willis Firjatullah dalam menginstal mimpi besarnya di tanah kelahiran.

Posting Komentar

0 Komentar