Beraninya Berkembang Lagi, Bertahan Itu: Kisah Inspiratif Nan Donat
Yoyo Teguh Wayuti dan istrinya, Oktania Ramawati, mungkin tak pernah menyangka bahwa usaha donat rumahan yang dimulai dengan modal nekat dan resep coba-coba akan berkembang menjadi salah satu destinasi kuliner yang selalu ramai di Tulungagung. Nan Donat, nama usaha mereka, bukan sekadar toko kue; ia adalah monumen ketekunan, inovasi, dan keberanian untuk bangkit, bahkan ketika pasar sedang "perang" donat.
Perjalanan mereka penuh dengan pasang surut, mulai dari berjualan nasi pecel, bakso, hingga kue lainnya yang semuanya tidak berjalan mulus. Namun, di antara semua kegagalan itu, ada satu cita-cita yang tak pernah padam: memiliki usaha sendiri.
"Gak ada impian sih ya. Penginnya punya usaha sendiri gitu. Penginnya juga itu. Tapi gak nyangka kalau sampai sebesar ini."
Kutipan ini, diucapkan oleh Yoyo, sang pemilik, merangkum kerendahan hati sekaligus capaian luar biasa yang mereka raih.
Titik Nol: Doa untuk Sekantong Susu
Kisah perjuangan Nan Donat bermula dari sebuah titik terendah. Masa-masa awal pernikahan dan kelahiran anak pertama mereka dipenuhi kesulitan finansial. Kendaraan masih kredit, bahkan sempat menunggak hingga harus dijual. Yoyo, yang saat itu bekerja sebagai sopir toko bangunan dan sempat juga menjadi driver, harus berjuang keras menafkahi keluarga.
Oktania, yang disebut Yoyo sebagai "pemeran utama di Nan Donat," memegang peranan kunci di dapur. Penghasilan Yoyo yang kala itu hanya sekitar Rp150.000 sebulan—akibat pemotongan gaji karena sering izin—membuat kebutuhan harian seperti susu anak terasa berat.
"Waktu itu mertua punya satu kendaraan (motor) sampai ngalah Mas istilahnya enggak apa-apa pakaian tapi lek saya keluar ada acara tak pakai... bahkan beli susu itu mau berangkat aku minta doa nk Anak doakan ayah biar dapat rezeki biar bisa buat susumu. Alhamdulillah, Mas. Ada aja rezeki datang itu."
Semangat bangkit muncul dari ide Oktania untuk membuat roti. Berbekal uang celengan yang tersisa, ia mulai membuat kue dan menitipkannya di kantin SMP. Mulai dari keripik hingga terang bulan, usaha kecil ini berjalan selama dua hingga tiga tahun, menjadi pondasi awal bagi bisnis kue mereka.
Pada saat itu, pembagian tugas sudah jelas: Yoyo mencari nafkah sebagai driver untuk menutup kebutuhan bulanan, sementara hasil jualan istri digunakan untuk kebutuhan harian. Semangat itu, kata Yoyo, didasari oleh janji yang mereka buat sendiri: "Habis, cari lagi."
Keluar dari Zona Nyaman: Resep yang Diburu Hingga Ditemukan
Perjalanan menuju resep donat yang sempurna tidak instan. Dimulai dari tahun 2010 hingga 2015, Oktania terus mencoba resep demi resep. Awalnya, donat yang mereka buat "gak seenak inilah," masih banyak kekurangan. Mereka aktif mencari masukan dari teman dan saudara, mencoba menambah bahan ini dan itu.
Yoyo dan Oktania adalah pasangan yang saling melengkapi dalam bisnis. Oktania fokus pada produksi, mengadon, dan mencari ide-ide baru untuk pengembangan produk (misalnya es coklat, onde-onde, hingga kue lainnya). Sementara Yoyo adalah otak di balik pengembangan usaha dan strategi pemasaran.
"Dulunya online itu iya jadi forum-forum itu dimasuki follow up terus tiap hari."
Pemasaran awal mereka sepenuhnya mengandalkan sistem online melalui Facebook. Setelah resep dirasa "spesial," mereka memberanikan diri membuka toko fisik di pinggir jalan. Uniknya, toko itu tidak buka seharian penuh.
"Awalnya bikin 2 jam buka 1 jam tutup lagi buka lagi tutup lagi. Sampai tetangga-tetangga itu bilangnya jualan gak sih kok 1 jam buka 2 jam tutup gitu."
Penjualan yang buka tutup ini terjadi karena produksi masih dilakukan sendiri oleh berdua. Baru setelah Yoyo merasa usahanya "mulai jelas dan mulai perlu berkembang," ia berani melepaskan diri dari pekerjaan utamanya sebagai sopir dan bergabung sepenuhnya mengembangkan Nan Donat.
Tembok Penghalang: Inovasi yang Tertunda dan Kompetisi
Seiring waktu, Nan Donat mulai merekrut karyawan, namun Yoyo dan Oktania memiliki standar produksi yang tinggi: semua produk harus fresh setiap hari. Mereka bahkan punya kebijakan: "kalau gak habis gitu ya malam gak habis kita bagikan."
Nan Donat saat ini memproduksi sekitar 2.000 hingga 3.000 donat per hari saat normal, dan bisa mencapai 5.000-an saat ada pesanan besar, belum termasuk aneka jajan lain. Untuk donat saja, mereka menghabiskan 25-30 kilogram tepung setiap hari.
Namun, di tengah kesuksesan, Nan Donat menghadapi dua tantangan besar:
- Keterbatasan Tenaga dan Tempat: Oktania sebenarnya memiliki banyak ide produk baru (puding, jajan lainnya) yang berhasil dan diminati, tetapi seringkali berhenti di tengah jalan karena "enggak ada yang bantu" dan tempat produksi sudah penuh.
- Perang Donat dan Keraguan: Sekitar tahun 2000-an, Tulungagung mengalami "gembar-gembor donat," di mana banyak penjual donat online bermunculan. Kompetisi ini sempat membuat Yoyo minder.
"Saking banyaknya penjual usaha donat ini sampai kita ya itu nanti lek enggak laku kita mau usaha apa kan. Sedangkan saya kan sudah keluar kerja ya Mas."
Pada momen keraguan inilah, mereka mendapat "cambukan" sekaligus penguatan tak terduga dari pelanggan.
Kekuatan Bertahan: "Belikno Donat Moko KW"
Nan Donat berani berkembang lagi dan bertahan di tengah sengitnya persaingan karena sebuah momen sederhana. Yoyo menceritakan, ada seorang pelanggan dari daerah timur Tulungagung yang mampir ke toko.
"Sampai anaknya bilang... 'belikno donat moko KW' sampai gitu lho. Nk mana toh Bu Moko KW-nya? Ya ini, Nan Donat ini. Sampai segitunya."
Panggilan "Donat Moko KW" (Donat Moko adalah donat merek nasional) menjadi bukti tak terbantahkan bahwa kualitas Nan Donat sudah mendarah daging di benak pelanggan. Perbandingan rasa antara Nan Donat dan pesaing, baik yang online maupun yang lain, membuat pelanggan setia mereka tetap kembali.
Pengakuan ini menjadi pendorong utama bagi Yoyo untuk terus mencari terobosan. Prinsipnya, mereka boleh meniru ide jajanan yang sedang viral di TikTok atau tempat lain, tetapi wajib mencari ciri khas sendiri agar berbeda dan tidak sama persis dengan yang lain.
Bertumbuh dan Berbagi: Ekspansi dan Filosofi Hidup
Kini, Nan Donat sudah memiliki cabang. Keputusan membuka cabang didorong oleh antrean panjang yang membuat banyak calon pelanggan di toko pusat mereka pergi. Sistem manajemennya cukup canggih, mengandalkan pantauan CCTV dan tim produksi yang sudah terpisah. Yoyo dan Oktania bertindak sebagai pengawas, yang memastikan stok di cabang terpenuhi.
Omzet Nan Donat terbilang fantastis. Saat tanpa pesanan, omzet kotor harian mereka bisa mencapai Rp7 hingga Rp8 juta, dan pada hari-hari dengan pesanan besar, transaksi bisa mencapai Rp2-3 juta sekali transaksi, dengan total harian menembus Rp10 juta lebih (omzet kotor).
Meski mencapai kesuksesan finansial, gaya hidup Yoyo dan Oktania tak berubah.
"Insyaallah enggak ada (perubahan). Amanlah. Soalnya dari awal bangun toko itu kan gak pernah punya celengan. Jadi ada celengan sedikit itu langsung saya bangunkan rumah."
Filosofi mereka adalah saling percaya, pantang menyerah, dan mengembalikan hasil usaha ke tempat produksi. Setiap ada kelebihan uang, mereka segera menggunakannya untuk memperluas tempat produksi—yang dulunya hanya bagian depan toko—agar karyawan mereka lebih leluasa bekerja.
"Yang paling berat," kata Yoyo, "adalah ketika mencapai titik nol." Namun, dari titik nol itulah, dengan semangat dan doa yang tulus untuk sekantong susu anak, Nan Donat berdiri tegak, tak hanya sebagai usaha yang sukses, tetapi juga sebagai inspirasi bagi siapa pun yang ingin membangun mimpi dari nol, dengan keberanian untuk selalu mencoba, bahkan ketika pasar mencoba menjatuhkan.
Sumber : telah tayang di ch.ytub. PECAH TELUR : Dulu Beli Susu Pun Tak Mampu, Kini Raup Omzet 8 Juta Perhari Dari Jualan Donat
0 Komentar