From Pecel Lele to Culinary Mastery: Rangga Umar's Story of Building 135 Branches and Encouraging Thousands of Culinary Entrepreneurs to Succeed
Ini adalah feature article tentang perjalanan inspiratif Rangga Umar, pengusaha kuliner di balik sukses besar Pecel Lele Lela, dan dedikasinya dalam membangun ekosistem bisnis melalui Komunitas Kuliner Mastery. Kisah ini telah diceritakan pada saluran youtube PecahTelur beberapa waktu lalu.
Setiap bisnis besar bermula dari mimpi sederhana. Namun, tidak semua mimpi memiliki daya magis untuk mengubah nasib. Inilah yang terjadi pada Rangga Umar, sosok di balik sukses Pecel Lele Lela yang kini telah menggurita dengan 135 cabang, termasuk 6 cabang internasional. Kisah perjalanannya adalah bukti nyata bagaimana modal kecil, visi yang kuat, dan kekuatan komunitas mampu meretas batas-batas konvensional dalam dunia kuliner.
Modalnya Hanya Rp3 Juta: Awal Mula Pecel Lele Lela
Pada tahun 2006, Rangga Umar memulai perjalanan bisnis kulinernya dengan modal yang sangat terbatas: hanya sekitar Rp3 juta. Dengan modal sekecil itu, ia masih ingat rinciannya: membayar sewa tempat sekitar Rp250.000 sebulan, membeli etalase bekas, kompor, dan perlengkapan sederhana lainnya.
"Saya waktu itu cuma punya modal tuh sekitar Rp3 jutaan," kenangnya. Namun, keterbatasan modal ini tidak memadamkan ambisi besarnya. Berawal dari warung pecel lele sederhana, usahanya berevolusi menjadi sebuah jaringan yang kini dikenal dengan nama Pecel Lele Lela.
Mengubah Stigma Pecel Lele
Di Indonesia, pecel lele identik dengan makanan kaki lima atau makanan pinggiran. Rangga Umar melihat ini sebagai tantangan sekaligus peluang. Ia memutuskan untuk menghadirkan sesuatu yang berbeda. "Saya ngelihat makanan yang ada di setiap tempat, salah satunya adalah pecel lele, tapi kok pecel lele dari dulu ya modelnya gitu-gitu aja," katanya.
Alih-alih menyajikan lele goreng sambal yang standar, Pecel Lele Lela berinovasi dengan menu seperti Lele Goreng Tepung, Lele Kuah Tomyam, atau Lele Saus Padang. Inovasi ini menciptakan positioning baru di pasar.
Selain inovasi produk, ia mengubah experience (pengalaman) konsumen. Di Lela, pelanggan disambut dengan sapaan khas, "Selamat pagi," terlepas dari waktu kedatangan mereka. Ini adalah salah satu bentuk emotional benefit memberikan pengalaman yang menyenangkan dan berkesan, bukan hanya sekadar makanan enak.
Kebanggaan Global: Lele di Antara Ferrari dan Lamborghini
Pencapaian terbesar Lela adalah ekspansi hingga 6 cabang di Malaysia. Hal yang menjadi kebanggaan Rangga Umar adalah ketika pecel lele yang di Indonesia merupakan makanan kaki lima di luar negeri dikonsumsi oleh kalangan elit. "Begitu buka di luar negeri, yang makan pecel lele pakai mobil Lamborghini, McLaren, Ferrari, yang nongkrong di tukang pecel lele komunitas motor Harley, Ducati," ujarnya bangga.
Hal ini membuktikan bahwa dengan blueprint dan positioning yang tepat, makanan tradisional pun dapat menembus pasar internasional dan dihormati oleh berbagai kalangan.
Kekuatan Mimpi yang Tertulis: "The Magic of Dream Book"
Kesuksesan Pecel Lele Lela tidak lepas dari kekuatan sebuah visi yang jelas, yang ia sebut "Dream Book". Inspirasi utamanya datang dari pengalamannya bekerja di stasiun radio di Bandung, tepat di depan Rumah Makan Ayam Bakar Wong Solo milik Pak Puspo Wardoyo.
Inspirasi dari Pak Puspo Wardoyo
Rangga terkesima melihat Pak Puspo Wardoyo, pemilik Wong Solo, datang ke restorannya dengan mobil mewah, membuktikan bahwa bisnis kuliner dari warung tenda pun bisa mencapai kesuksesan finansial yang luar biasa.
"Saya mikir dari situ, ini luar biasa ya. Orang bisnis kuliner dari warung tenda kaki lima bisa buka cabang di mana-mana, terus ke mana-mana naik mobil harga miliaran. Berarti orang bisnis kuliner juga bisa sukses," jelasnya.
Dari momen itu, ia mulai menuliskan mimpinya di dalam buku catatan kecil yang kini dikenal sebagai Dream Book. Isinya sederhana: punya restoran dengan banyak cabang di seluruh Indonesia.
Mimpi Sebagai Doa yang Mengubah Takdir
Rangga Umar sangat meyakini bahwa mimpi yang ditulis adalah salah satu bentuk atau wujud dari doa, dan doa itu bisa mengubah takdir. Baginya, doa bukanlah ban serep yang baru dikeluarkan saat kepepet, melainkan seperti aplikasi Waze atau Google Map yang mengantarkan kita sampai tujuan.
Ia bahkan meriset orang-orang sukses dan menemukan kesamaan: mereka semua menuliskan mimpi dan cita-cita mereka. Keyakinan ini mendorongnya untuk menulis buku The Magic of Dream Book yang terjual hingga 75.000 kopi.
Pentingnya Blueprint dan Mengkhayal
Dalam berbisnis, Rangga menekankan pentingnya memiliki blueprint—rencana bisnis tentang ke mana dan sebesar apa bisnis itu akan dibawa. Cara paling sederhana untuk membuat blueprint adalah dengan mengkhayal. "Jangan pernah takut mengkhayal, karena bisa aja khayalan kita adalah doa kita," pesannya.
Ia mencontohkan Bill Gates yang pernah dikira gila saat mengkhayal bahwa suatu hari akan ada satu komputer di setiap meja. Khayalan, bagi Rangga, adalah langkah awal untuk memasukkan alamat tujuan di "Waze" kehidupan, bahkan jika saat menuliskannya, kita belum tahu jalannya. Ia sendiri menulis di Dream Book: "Dalam setahun saya buka 10 cabang, dalam 5 tahun saya buka 100 cabang," dan hal itu akhirnya terwujud.
Mentalitas Growth Mindset dan Kekuatan Komunitas
Perjalanan dari satu cabang ke 135 cabang pastilah penuh masalah—mulai dari mengurus SDM hingga pemasaran. Rangga Umar menyadari bahwa kunci untuk bertahan adalah tidak fokus pada masalah, melainkan pada tujuan dan growth mindset.
Fokus pada Tujuan, Bukan Masalah
Menjalankan bisnis, menurutnya, sama seperti melakukan perjalanan. Yang paling penting adalah tujuan. Masalah seperti ban bocor atau mobil mogok adalah hal yang pasti terjadi di tengah perjalanan. Selama tujuannya jelas, masalah-masalah tersebut akan dihadapi, diperbaiki, dan perjalanan dilanjutkan. "Selalu yakin bahwa setiap masalah yang terjadi dalam bisnis kita pastinya akan menjadi bekal kita mencapai tujuan," katanya.
Ia juga menekankan bahwa bisnis kuliner adalah bisnis hospitality dan pelayanan. Artinya, kita bukan sekadar jualan makanan, tetapi menjual pengalaman dan membahagiakan konsumen. Ini yang ia sebut sebagai emotional benefit, yang selalu diingat konsumen lebih dari sekadar makanan enak.
Kekuatan Komunitas: Menghindari Ngopi Bareng "Orang Senasib"
Rangga Umar sangat percaya pada kekuatan komunitas. Ia mengutip pepatah Brian Tracy: "Orang yang senasib dilarang ngopi bareng." Hal ini karena bergaul dengan orang yang fixed mindset dan levelnya sama-sama di bawah akan menghambat pertumbuhan.
Ia bercerita saat omsetnya masih Rp100.000-Rp200.000 sehari. Setelah bergaul dan belajar dari Mas Mono (pemilik Ayam Bakar Mas Mono) yang omsetnya Rp10 juta-Rp20 juta sehari, omsetnya ikut naik dalam waktu kurang dari setahun. "Prinsipnya dalam hidup itu ya, dengan yang di bawah kita harus berbagi dan mau mengajari, tapi kita juga harus terus mencari orang-orang yang levelnya di atas kita supaya kita ikut bertumbuh," tegasnya.
Kuliner Mastery: Komunitas Pengusaha Kuliner Terbesar
Saat ini, Rangga Umar aktif mendampingi para pelaku bisnis kuliner melalui Komunitas Kuliner Mastery. Komunitas ini dirancang bukan hanya sebagai tempat belajar sehari selesai, tetapi sebagai learning machine dan wadah pendampingan yang kini telah memiliki lebih dari 2.000 member dari seluruh Indonesia.
Di Kuliner Mastery, anggota tidak berkompetisi, melainkan saling berbagi ilmu dan case study. Mereka mengadakan pertemuan rutin seperti majelis pengusaha kuliner, membahas isu dari legalitas, HAKI, hingga bedah restoran. Komunitas ini juga menjadi support system yang vital, seperti membantu anggota yang karyawannya resign mendadak menjelang grand opening.
Bisnis Sebagai Perjalanan Spiritual
Bagi Rangga Umar, bisnis adalah perjalanan spiritual. Setiap kesalahan dan kegagalan bahkan hingga bangkrut adalah momen untuk berkontemplasi dan introspeksi. Ia mengajak pengusaha untuk memegang growth mindset, yaitu keyakinan bahwa segala sesuatu tidak ada yang permanen. Kegagalan bukan permanen, begitu pula kesuksesan. Seseorang harus berani mencoba, melakukan kesalahan, dan belajar dari kesalahan itu untuk bekal perjalanan berikutnya.
Membangun Hormon Kebahagiaan
Menariknya, di Kuliner Mastery, Rangga Umar juga mengajarkan tentang "Hormon Kebahagiaan." Sebagai bisnis hospitality, tugas pengusaha adalah membahagiakan orang lain, namun ia harus bahagia dari dalam.
Ia mengajarkan cara memicu hormon-hormon seperti Dopamin (keluar saat berolahraga atau makan enak), Oksitosin (Hormon Kasih, keluar saat berbuat kebaikan seperti sedekah atau berbagi ilmu), dan Serotonin (keluar saat melakukan relaksasi, melihat pemandangan, atau berkumpul dengan orang yang membuat kita tertawa).
Kebahagiaan sejati bukanlah karena uang atau harta, tetapi ada di dalam diri yang kita ciptakan sendiri. Dengan mengelola kebahagiaan, pengusaha bisa terhindar dari stres dan anxiety (khawatir pada sesuatu yang belum terjadi) atau depresi (mengingat masa lalu yang tak bisa diubah).
"Hari ini itu hadiah terbesar dari Tuhan, kenapa enggak hari ini kita syukuri? Karena besok kita enggak pernah tahu kita masih ada apa enggak," tutupnya.
Rangga Umar telah membuktikan bahwa bisnis kuliner bukan hanya soal menggoreng lele dan membuat sambal. Ini adalah perpaduan antara visi yang tertulis, inovasi yang berani, dan komunitas yang saling menguatkan. Pecel Lele Lela adalah legacy produknya, sementara Kuliner Mastery adalah legacy pengetahuannya. Keduanya adalah pengingat bahwa mimpi yang jelas adalah blueprint menuju takdir yang berubah.
Kisah ini telah diceritakan pada saluran youtube PecahTelur : Bisnis Kuliner BUKAN Hanya MASAK ENAK, Tapi...!! - Growth Mindset Pengusaha
0 Komentar