Modikili dan Walima I Syukur dan Harmoni dalam Tradisi Maulid Gorontalo

tradisi walima

Di tengah kemajuan zaman, sebuah tradisi kuno di Gorontalo tetap hidup dan berdenyut, mengukir kisah tentang rasa syukur, persatuan, dan spiritualitas. Namanya Tradisi Modikili dan Walima, sebuah perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW yang unik dan penuh makna, menggabungkan dua elemen utama: Dikili, lantunan doa dan kisah suci, serta arak-arakan Tolangga, wadah hiasan berisi kue yang sarat berkah.

Setiap tahun, saat bulan Rabiul Awal tiba, Gorontalo seolah diselimuti oleh aura spiritual yang berbeda. Rumah-rumah dipenuhi aroma kue tradisional, dan masjid-masjid bersiap menjadi pusat kegiatan. Tradisi Walima bukan hanya sekadar acara keagamaan, melainkan juga cerminan kekayaan budaya dan solidaritas yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

tradisi walima 1

Tradisi Modikili dan Walima bukan hanya milik Gorontalo, tetapi juga aset budaya nasional yang patut dilestarikan. Di tengah kemeriahan tradisi ini, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII (tujuh belas) Kementerian Kebudayaan mengambil peran untuk menjaga agar tradisi ini tetap lestari. mereka tidak hanya ingin merayakan, tetapi juga meneguhkan kembali nilai-nilai otentik dari tradisi yang mulai pudar.

Sebagai upaya untuk melestarikan budaya ini, BPK mengadakan beberapa kegiatan diantaranya workshop penguatan tradisi Modikili dan lomba walima tolangga. Kegiatan ini berpusat di masjid baiturrahmah kelurahan padebulo kecamatan kota timur kota Gorontalo. Rangkaian kegiatan dimualai dengan Workshop yang diikuti oleh masyarakat setempat terutama para ramaja masjid.

Selengkapnya simak dalam Film Dokumenter berikut ini

 

Workshop penguatan tradisi Modikili ini dimaksudkan agar generasi muda dapat menyaksikan dan terlibat langsung dalam tradisi nenek moyang mereka. Ini adalah cara yang efektif untuk melestarikan dan mengenalkan budaya lokal kepada penerus bangsa, memastikan bahwa kisah tentang rasa syukur, kebersamaan, dan spiritualitas ini akan terus diceritakan dari masa kemasa.

tradisi walima workshop

Dalam upaya memastikan kesuksesan lomba Walima, panitia dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) secara proaktif mendatangi setiap rumah peserta. Kunjungan ini bukan sekadar formalitas, melainkan sebuah bentuk verifikasi langsung untuk melihat kondisi fisik Walima Tolangga yang telah disiapkan. Selain itu, kehadiran panitia juga berfungsi sebagai dukungan moral, memberikan semangat dan motivasi kepada para peserta agar terus bersemangat dalam melestarikan tradisi ini.

walima gorontalo

Malam hari menjelang prosesi inti Modikili, sebuah acara pendahuluan diselenggarakan secara nasional. Acara ini diawali dengan sambutan dari berbagai tokoh penting, termasuk perwakilan masyarakat, pejabat pemerintah kecamatan, dan Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVII. Mereka menyampaikan pandangan dan apresiasi terhadap tradisi Modikili dan Walima sebagai warisan budaya Gorontalo.

Sri Sugiharta kepala BPKW XVII Sulut Go

suasana semakin khidmat dengan adanya ceramah agama yang mengupas tuntas makna mendalam dari peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Setelah sesi formal selesai, acara dilanjutkan dengan Haulu atau doa haul, sebuah ritual yang menjadi pembuka sebelum tradisi Modikili dimulai.

Saat itulah, tradisi Modikili dimulai. Alunan zikir dan salawat yang syahdu menggema di seluruh area, berlangsung semalam suntuk hingga pagi. Lantunan doa ini menciptakan atmosfer spiritual yang begitu kental, meresapi setiap hati yang hadir. Tradisi zikir semalam suntuk ini sejatinya memiliki akar sejarah yang kuat. Pada masa lampau, Walima dimulai dari kegiatan zikir di rumah-rumah penduduk karena keterbatasan sarana ibadah. Zikir yang dilakukan semalam suntuk ini kemudian dilanjutkan dengan salawat dan doa di pagi hari, menjadi fondasi dari perayaan yang kita kenal sekarang.

dikili 1

Keunikan Dikili adalah pada bahasanya yang tidak biasa, yaitu Arab Pegon yang disisipi dengan bahasa Gorontalo. Naskah Dikili ini istimewa karena ditulis tanpa harakat atau tanda baca vokal, berbeda dengan tulisan Arab pada umumnya. Naskah ini kemudian dibacakan dengan penuh kekhidmatan oleh para sesepuh yang memiliki pemahaman mendalam tentang ajaran agama. Kemampuan mereka untuk melafalkan dan memahami teks tanpa harakat ini menunjukkan tingginya ilmu dan penguasaan mereka. Dengan perpaduan bahasa Arab Pegon dan Gorontalo, Dikili tidak hanya menjadi ritual keagamaan, tetapi juga cerminan kekayaan budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.

walima arak

Lantunan yang syahdu ini terus bergema hingga pagi, menciptakan suasana sakral yang menghanyutkan. Dikili bukan sekadar ritual, melainkan juga cara masyarakat Gorontalo untuk merenungkan kembali ajaran dan keteladanan Rasulullah, memperkuat iman, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Setelah fajar menyingsing, tradisi berlanjut dengan bagian yang paling meriah, Dari setiap rumah, masyarakat berbondong-bondong membawa Tolangga mereka menuju masjid. Dalam tradisi Walima, Tolangga menjadi salah satu elemen yang paling mencuri perhatian. Bukan sekadar wadah biasa, Tolangga adalah sebuah mahakarya seni yang dirangkai dari kayu atau bambu, dibentuk menyerupai kubah atau perahu. Isinya penuh keberkahan berbagai kue tradisional Gorontalo seperti kolombengi, tutulu, sukade serta makanan dan minuman lainnya. Meskipun tradisi ini telah ada sejak abad ke-17, isi Tolangga terus berkembang. Kini, tak jarang kita menemukan mie instan, minuman soda, atau buah-buahan ikut menghiasi wadah tersebut. 

arak walima

Didalam Tolangga terdapat Toyopo, yaitu anyaman daun kelapa muda yang berisi nasi kuning, pisang, ayam goreng, dan telur rebus. Setiap komponen memiliki makna mendalam, mencerminkan rasa syukur dan kearifan lokal. Pada perayaan Walima di Gorontalo, Tolangga berukuran besar yang merupakan persembahan dari pejabat pemerintah disebut Walima Puluto. Kehadirannya tidak hanya menambah kemeriahan, tetapi juga menjadi simbol dukungan dari para pemimpin terhadap kelestarian budaya. Walima Puluto biasanya diarak menuju masjid dengan iringan tarian Longgo, sebuah tarian penyambutan yang penuh semangat.

tari Longgo gorontalo

Ada sebuah fenomena yang menunjukkan bahwa tradisi ini terus hidup dan beradaptasi. Jika dulu tarian Longgo hanya dibawakan oleh para bapak atau sesepuh, kini para pemuda juga aktif terlibat. Mereka menampilkan tarian ini dengan penuh semangat, mengiringi arak-arakan Walima Puluto. Pergeseran ini membuktikan bahwa budaya Walima tidak hanya dijaga, tetapi juga telah diwariskan dengan baik kepada generasi muda. 


Setelah arak-arakan Walima Tolangga memenuhi halaman masjid dan didoakan, tibalah momen krusial: penilaian lomba. Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVII menunjuk tim juri khusus untuk menilai setiap karya Walima yang diserahkan. 

Lomba ini ditujukan khusus bagi warga Kecamatan Kota Timur, Kota Gorontalo. Untuk mengakomodasi keragaman Walima, lomba ini dibagi menjadi dua kategori utama: Kategori Toyopo dan Kategori Tolangga. Setiap peserta hanya diperbolehkan mengikuti salah satu kategori, mendorong fokus pada kualitas dan ketelitian dalam satu jenis Walima.

walima

Kriteria penilaian yang ketat menjadi inti dari lomba ini. Untuk kategori Toyopo, panitia menetapkan persyaratan mendetail. Wadah utama harus terbuat dari anyaman daun kelapa, dengan hiasan yang kreatif namun tetap mempertahankan prinsip keaslian. Isian utama juga tidak bisa sembarangan; wajib ada tiga jenis nasi khas, yaitu nasi kuning, nasi merah (bajoe), dan bilindi. Kue adat seperti kolombengi, cucur, apang coe, dan sukade juga wajib disertakan, bersama dengan lauk utama berupa ayam goreng dan telur rebus, serta buah pisang yang sudah matang. Peserta dilarang keras menyertakan bahan baku mentah atau jajanan hasil pabrikasi (snack), penekanan yang kuat pada makanan tradisional dan otentik.

Sementara itu, kategori Tolangga memiliki kriteria yang serupa namun dengan persyaratan tambahan yang lebih kompleks. Wadah Tolangga harus berbentuk kubus atau balok dengan ujung atas mengerucut. Setiap Tolangga wajib berisi minimal tiga Toyopo. Isi di dalamnya juga harus mengikuti aturan yang sama dengan kategori Toyopo, dengan kewajiban menyertakan nasi, kue adat, lauk, dan buah-buahan yang telah ditentukan. Larangan untuk menyertakan bahan mentah dan produk pabrikasi juga berlaku ketat.

Dengan aturan yang rinci dan terstruktur ini, BPK memastikan bahwa lomba Walima tidak hanya meriah, tetapi juga berhasil mencapai tujuannya untuk mengedukasi masyarakat tentang bentuk Walima yang asli, mendorong mereka untuk terus melestarikan warisan budaya yang penuh makna.

Setelah proses penjurian yang ketat dan cermat, momen yang paling ditunggu pun tiba, yaitu pengumuman pemenang. Seluruh peserta dan warga yang hadir berkumpul dengan antusias di halaman masjid untuk menyaksikan momen puncak ini. Untuk setiap kategori, baik Toyopo maupun Tolangga, panitia menyerahkan hadiah berupa dana pembinaan kepada tiga pemenang terbaik. Pemberian hadiah ini bukan sekadar apresiasi, melainkan juga simbol dari komitmen Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XVII untuk mendukung dan mendorong masyarakat agar terus melestarikan tradisi Walima.

lomba walima

Setelah seluruh rangkaian acara usai, isi Tolangga dan Toyopo yang telah didoakan di dalam masjid dibagikan kepada para pelantun Dikili dan seluruh masyarakat yang hadir. Momen ini menjadi puncak dari perayaan, di mana keberkahan dan kebersamaan dirasakan oleh semua orang.

Sementara itu, Walima Puluto yang megah di halaman masjid memiliki cerita berbeda. Walaupun secara tradisi seharusnya dibagikan, masyarakat Gorontalo justru memiliki keunikan tersendiri: mereka memilih untuk memperebutkan isi Walima Puluto. Aksi ini, yang terlihat ramai dan penuh semangat, menurut mereka punya daya tarik dan kegembiraan tersendiri. Ini adalah tradisi yang secara tidak langsung menunjukkan antusiasme masyarakat dalam merayakan Maulid Nabi dan menjadi simbol kegembiraan kolektif. Perebutan ini bukan tentang keserakahan, melainkan tentang partisipasi, kebersamaan, dan keunikan budaya yang hanya bisa ditemukan di Gorontalo.

rebut walima

Tradisi Walima adalah sebuah perayaan yang merangkum esensi Gorontalo: kaya akan budaya, kuat dalam spiritualitas, dan erat dalam kebersamaan. Di balik kemeriahan arak-arakan dan khidmatnya Dikili, tradisi Walima menyimpan makna yang jauh lebih dalam. Tradisi ini adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu dan masa kini, tempat spiritualitas dan budaya berpadu harmonis. Walima menjadi sarana untuk mempererat tali silaturahmi dan solidaritas antarwarga. Di sini, batas-batas sosial seolah sirna, dan semua orang berkumpul sebagai satu keluarga.

Tradisi modikili dan Lomba Walima ini adalah bukti nyata bahwa upaya pelestarian budaya tidak harus kaku. Dengan pendekatan yang kreatif dan kolaboratif, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XVII berhasil menyuntikkan semangat baru ke dalam tradisi kuno, memastikan bahwa Walima akan terus menjadi cerminan rasa syukur dan identitas spiritual masyarakat Gorontalo di masa depan.






Posting Komentar

0 Komentar