Kisah Inspiratif Buruh Harian Menuju Raja Bisnis Kuliner Indonesia

kuliner

Kehidupan bagi Aditya Pratama (samaran) tidak pernah mudah. Lahir di sebuah kota pesisir, ia menyaksikan sendiri bagaimana kedua orang tuanya harus berjuang keras setiap hari sebagai buruh harian. Ayahnya, seorang kuli bongkar muat barang, menghadapi kerasnya hidup demi sesuap nasi. Di tengah keluarga yang tidak memiliki latar belakang wirausaha, pola pikir Aditya pun terpatri untuk mencari stabilitas. Baginya, satu-satunya jalan keluar adalah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ia bermimpi untuk meringankan beban orang tua dengan gaji dan status yang tetap.

Di tahun pertama kuliah, fokusnya bukan pada pelajaran, melainkan pada tes-tes PNS yang berjejer. Ia mengikuti setiap tes yang ada, namun hasilnya selalu sama: ia tak pernah lolos. Nilai akademiknya pun anjlok. Di saat yang bersamaan, ia merasa semakin menjadi beban bagi orang tuanya yang usianya kian menua. Dengan kegagalan beruntun itu, ia sadar harus mencari jalan lain. Ia memutuskan untuk cuti kuliah dan fokus berjualan, sekadar untuk meringankan beban orang tua.

Awalnya, ia hanya membantu ibunya yang biasa berjualan makanan khas daerah, seperti kue tradisional dan penganan lainnya, namun hanya saat hari raya besar. Aditya melihat peluang. Ia mengajak ibunya untuk mengemas makanan tersebut agar bisa dijual sepanjang tahun dan dititipkan di toko-toko oleh-oleh. Namun, di tahap awal ini, ia menghadapi penolakan yang keras. Toko-toko menolak produknya karena tidak memiliki izin lengkap seperti P-IRT dan label halal. Aditya benar-benar buta akan hal ini. Ia merasa bingung, tidak tahu harus bertanya pada siapa. Namun, ia tidak menyerah. Ia mendatangi dinas kesehatan dan lembaga terkait untuk mengurus perizinan tersebut. Pelan tapi pasti, ia mulai belajar dari setiap masalah yang datang, membangun pondasi bisnisnya dari nol.

Penjualan penganan khas daerah yang dititipkan di toko-toko berjalan lambat. Aditya membutuhkan perputaran uang yang lebih cepat. Ia pun mencoba menjual makanan siap saji, seperti cilok dan penganan lain di pinggir jalan. Ia menganggap masa-masa itu sebagai fase eksperimen. Ia jatuh bangun mencoba berbagai macam hal untuk bertahan hidup.

Titik balik datang di tahun 2018. Ada sebuah kompetisi bisnis yang menantang peserta untuk mengolah limbah hasil perikanan menjadi produk bernilai jual. Momen ini menjadi inspirasi bagi Aditya. Di kota pesisirnya, industri perikanan berkembang pesat, dan banyak ikan tenggiri yang ditangkap. Para nelayan dan pengolah ikan hanya mengambil daging, kulit, dan kepala, meninggalkan bagian tulang yang tidak termanfaatkan. Dari sinilah ide brilian itu muncul: mengolah tulang ikan tenggiri menjadi kerupuk kalsium.

Aditya yakin, inovasi ini bisa menjadi produk unggulan yang membanggakan daerahnya. Namun, perjalanan mewujudkan ide ini tidaklah mudah. Dalam tahap eksperimen pertama, ia mencoba hingga 20 kali, namun hasilnya selalu gagal. Kerupuk yang dihasilkan tidak mengembang, dan bahkan menjadi bantat. Namun, ia tidak menyerah. Selama sebulan penuh, ia terus bereksperimen, mencari formula yang tepat hingga akhirnya berhasil membuat kerupuk yang layak.

Setelah berhasil menciptakan produk, tantangan berikutnya adalah meyakinkan pasar. Aditya mulai menjualnya di lingkungan terdekatnya, melalui WhatsApp dan Instagram. Ia hanya mengandalkan foto-foto seadanya, namun ia menyoroti keunikan produknya. Orang-orang penasaran, "Ini benar-benar kerupuk dari tulang ikan?" Keraguan muncul, pertanyaan tentang keamanan dan kehalalan produk pun terus berdatangan. Untuk mengatasi keraguan ini, Aditya mengurus semua perizinan dan sertifikasi halal. Di media sosial, ia mulai menunjukkan proses produksi secara transparan, mulai dari kerja sama dengan para pengolah ikan, pembersihan tulang, hingga proses penggilingan. Hal ini membangun kepercayaan konsumen bahwa produknya aman dan berkualitas, bukan sekadar memanfaatkan tulang sisa yang dibuang.

Dengan modal awal hanya Rp300 ribu, ia mencoba beriklan di media sosial. Ia berpikir keras, apakah modal sekecil ini bisa kembali? Apakah akan ada yang memesan? Ia beranikan diri untuk mencoba. Iklan itu menampilkan foto produk sederhana dengan penawaran garansi menarik: jika produk tidak laku dalam tiga bulan, bisa dikembalikan. Dengan penawaran dan produk unik ini, respons yang datang sangat luar biasa. Nomor WhatsApp-nya kebanjiran pesan. Banyak orang yang tertarik untuk menjadi reseller, memesan mulai dari puluhan, ratusan, hingga ribuan bungkus. Pasar pun terbuka lebar.

Aditya menyadari bahwa memulai sebuah usaha itu mudah, yang sulit adalah bertahan. Ia belajar bahwa konsistensi dan semangat adalah kunci untuk menghadapi pasang surutnya bisnis. Baginya, tujuan berbisnis tidak hanya sekadar mencari keuntungan, melainkan untuk belajar. Ketika penjualan sepi, ia tidak langsung putus asa. Ia justru bertanya, "Mengapa bisa sepi? Apakah marketing saya kurang? Apakah produk saya kurang enak?" Mindset ini yang membuatnya terus berinovasi dan memperbaiki diri.

Di awal merintis, ia memutar keuntungan yang didapat, menahan diri untuk tidak membelanjakan uang untuk hal yang tidak perlu. Ia juga bekerja sama dengan kedua orang tuanya dalam produksi, di mana ia sendiri yang berkeliling ke pasar untuk menjual kerupuk dari subuh hingga malam. Momen-momen sulit ini ia jadikan pelajaran. Ia percaya, semua adalah bagian dari proses yang harus ia lewati.

Kini, kerja kerasnya berbuah manis. Dengan nama perusahaan CV Jaya Rasa Nusantara, ia memiliki omzet yang sangat menjanjikan dan telah berhasil memperluas lini produknya. Selain kerupuk kalsium, ia juga mengolah penganan lokal lain dan bahkan keripik pisang dengan rasa unik. Ia tidak puas hanya memiliki satu toko, ia membuka cabang baru. Ia menyadari bahwa jika ia hanya berdiam di satu tempat, ia tidak akan berkembang. Ia berani mengambil risiko untuk membuka toko di luar area bandara, sebuah langkah yang belum pernah dilakukan orang lain. Keputusannya tepat, tokonya menjadi satu-satunya tempat oleh-oleh di luar bandara yang sering disinggahi para wisatawan.

Aditya tidak hanya fokus pada ekspansi, tetapi juga pada pembinaan tim dan reseller-nya. Ia belajar dari kesalahannya di masa lalu, di mana ia sempat kehilangan banyak reseller karena kurangnya komunikasi. Kini, ia menjalin hubungan baik, mendengarkan masukan, memberikan tips, dan bahkan memberikan reward seperti uang tunai dan motor bagi reseller dengan penjualan tertinggi. Baginya, bisnis adalah tentang saling menguntungkan.

Di balik kesuksesan yang ia raih, Aditya tetap rendah hati. Ia sadar bahwa ia masih memiliki banyak hal untuk dipelajari. Namun, ia memiliki tujuan besar. Ia bermimpi untuk membuat Pabrik Kerupuk Kalsiumnya menjadi yang terbesar di Indonesia. Ia ingin memanfaatkan semua tulang ikan tenggiri yang ada di seluruh nusantara. Ia juga memiliki keyakinan, bahwa suatu hari, kota pesisir kelahirannya akan menjadi destinasi wisata kuliner seperti kota-kota lain, dan ia ingin siap untuk menyambutnya.

Pesan terpenting yang ingin ia sampaikan kepada para pemuda adalah untuk memulai lebih awal. "Mulailah lebih awal, siapa tahu bisa sukses lebih awal juga." Ia juga menekankan untuk melawan rasa malu, malas, dan jangan memaksakan diri untuk berutang besar jika pengalaman masih minim. Ia percaya bahwa dengan memulai, bertahan, dan terus belajar, kesuksesan akan datang, hanya tinggal menunggu waktu.

Kisah Aditya Pratama adalah bukti nyata bahwa mimpi bisa tumbuh dari kondisi yang paling sederhana, dan dengan ketekunan serta kejujuran, setiap orang bisa mengubah takdirnya menjadi sebuah kisah yang menginspirasi.

Arief Arcomedia

Posting Komentar

0 Komentar