Masa muda seharusnya dipenuhi dengan mimpi-mimpi yang indah dan penuh kebebasan, namun tidak demikian halnya dengan Aditya Pratama. Di usia 25 tahun, ketika teman-temannya sedang merajut masa depan, ia justru terjerat dalam beban utang yang mengerikan: Rp700 juta. Sebuah angka yang seolah-olah menjadi bayangan gelap, mengancam untuk menenggelamkan semua harapannya. Namun, siapa sangka, di balik beban berat itu, lahirlah sebuah kisah tentang ketekunan, kejujuran, dan keikhlasan yang kini menjadi inspirasi bagi banyak orang.
Perkenalkan, Aditya. Kini berusia 29 tahun, ia adalah pemilik dari Pabrik Kerupuk Prima Rasa Makmur di sebuah kawasan di Kota Majalengka. Kisah perjalanannya bukanlah sebuah cerita yang ia pilih dengan sukarela, melainkan sebuah takdir yang ia terima dengan penuh tanggung jawab. “Awalnya itu disuruh orang tua,” tuturnya jujur. Niatnya sejak kecil adalah menuntut ilmu setinggi-tingginya untuk menjadi seorang pengacara. Namun, melihat kedua orang tuanya yang semakin menua dan bisnis kerupuk keluarga yang berisiko mandek, ia merasa terpanggil untuk maju. Ia adalah anak tengah dari tiga bersaudara, dan hanya dirinya yang merasa bisa mengambil alih beban tersebut. Kakaknya sudah memiliki kehidupan sendiri di luar kota, sementara adiknya masih menjalani masa kuliah. Di antara ketiganya, tidak ada yang benar-benar ingin mewarisi bisnis kerupuk. Namun, rasa kasihan dan bakti pada orang tua mendorongnya untuk mengambil langkah besar itu.
Awalnya, bisnis kerupuk ini bukanlah hal baru bagi keluarganya. Mereka merintisnya sejak dulu di Karawang, lalu pindah ke Majalengka untuk mencoba peruntungan baru. Ketika Aditya mengambil alih, kondisinya benar-benar dimulai dari nol. Pada Desember 2017, ia memulai usaha itu dari sebuah pabrik yang kosong, bahkan rumah pribadi mereka pun masih dalam keadaan seadanya. Di awal, ia hanya memiliki dua karyawan, dan setiap proses ia tangani langsung dari A sampai Z. Ia merasakan bagaimana pahitnya mengurus pabrik, mulai dari bangun jam 5 pagi hingga pulang jam 6 sore, bahkan terkadang harus melayani pengiriman di tengah malam. Semua ia lakukan demi memastikan roda usaha terus berputar.
Tantangan terbesar yang harus ia hadapi adalah utang Rp700 juta yang ia pinjam dari saudara untuk membangun pabrik dan membeli mesin. Utang sebesar itu terasa seperti mimpi buruk yang bisa datang kapan saja, memikirkan bagaimana cara melunasinya jika usahanya gagal. Namun, Aditya meyakini, utang itu adalah sebuah investasi. Jika berhasil, aset pabrik itu akan menjadi miliknya. Di tengah kekhawatiran itu, tantangan di lapangan tak kalah berat. Pabrik kerupuk keluarga yang lain, Pabrik Kerupuk Prima Rasa Sejati, berada tepat di depan pabriknya, sehingga setiap pembeli yang datang ke tempatnya harus melewati pabrik saingan. Hal ini membuat persaingan tidak dapat dihindari, dan ia harus berjuang ekstra keras untuk meyakinkan calon pelanggan.
Di tengah perjuangan bisnisnya yang berat, nasib seolah-olah menguji ketabahannya secara pribadi. “Ya, kalau yang uniknya mungkin mulai usaha itu kayak sudah jatuh tertimpa tangga,” kenang Aditya. Di saat ia berjuang mengumpulkan modal, ponselnya jatuh ke sawah. Kehilangan satu-satunya alat komunikasi itu terasa sangat berat bagi seseorang yang tengah merintis usaha. Seolah belum cukup, di saat yang sama, ia juga diputuskan oleh kekasihnya. Puncaknya, sang mantan bahkan mengunggah status di media sosial yang membuat mentalnya jatuh. “Bukanya nyemangatin, malah bikin down lagi,” ucapnya. Namun, titik terendah itu justru menjadi pemicu yang kuat baginya untuk bangkit. Ia menyadari, ini bukanlah akhir dari segalanya, melainkan sebuah ujian yang harus dilewati.
Tantangan dalam bisnis juga tidak main-main. Di awal perjalanannya, ia pernah mengalami kerugian besar. Saat masih mengandalkan penjemuran manual di bawah sinar matahari, hujan datang tiba-tiba dan membasahi hampir setengah ton kerupuknya. Kerugian itu mencapai sekitar Rp6 juta, sebuah angka yang sangat besar pada masa itu. Kejadian itu menjadi pelajaran berharga baginya. Sejak saat itu, ia mulai berinvestasi pada sistem oven untuk pengeringan, meminimalkan risiko cuaca dan meningkatkan kualitas produk. Ia juga berinovasi dengan produk baru, seperti kerupuk berwarna, untuk memperluas pasar.
Untuk mengembangkan usahanya, ia terus mencari cara, bahkan harus berhadapan dengan berbagai penolakan dan kendala. Ada saja konsumen yang tidak membayar, atau sales yang membawa lari modal. Namun, ia tidak menyerah. Ia mulai berkeliling dari satu kota ke kota lain, dari Cianjur hingga ke Bandung, hanya untuk mencoba menawarkan produknya. Ia mengunjungi pedagang kerupuk dan bertanya tentang kebutuhan mereka. Proses pemasaran dari mulut ke mulut menjadi andalannya, dan secara perlahan, pelanggannya mulai bertambah.
Yang menarik dari kisah Aditya adalah cara ia mengumpulkan modal di awal-awal usahanya. Ia mengaku tidak pernah mengambil gajinya sendiri selama beberapa bulan, karena semua keuntungan diinvestasikan kembali untuk membesarkan pabrik. Demi menutupi kebutuhan sehari-hari, ia memiliki pekerjaan sampingan yang tak terduga: seorang desainer logo lepas. Ia mengikuti kontes desain di platform online 99designs dan berhasil memenangkan beberapa kontes, yang memberinya penghasilan dalam bentuk dolar. Motivasi awalnya sederhana, hanya karena ia merasa iri melihat temannya bisa menghasilkan dolar. Namun, dari keisengan itu, ia mendapatkan penghasilan yang sangat membantunya di masa-masa sulit.
Kini, kerja kerasnya berbuah manis. Ia telah berhasil melunasi seluruh utangnya. Pabriknya kini mempekerjakan sekitar 65 karyawan. Aditya tidak hanya berhasil secara finansial, namun juga memiliki aset berharga seperti tanah, pabrik, serta beberapa mobil pribadi dan perusahaan. Ia kini bisa menikmati hasil jerih payahnya, namun tetap menanamkan nilai-nilai yang ia yakini sebagai kunci kesuksesan.
Menurutnya, ada tiga kunci utama yang harus dimiliki seorang pengusaha: jujur, sabar, dan pantang menyerah. Ia mencontohkan bagaimana kejujuran menjadi modal utamanya. Ada seorang pemasok tepung tapioka yang bersedia memberinya utang barang tanpa jaminan apa pun, hanya karena ia melihat kejujuran dalam diri Aditya. Ia juga menekankan pentingnya sikap pantang menyerah. Banyak orang yang putus asa di tengah jalan, padahal kesuksesan sudah di depan mata. Ia juga menyadari kesalahan terbesarnya di awal, yaitu memulai usaha dengan utang yang besar. Ia menyarankan agar pengusaha pemula memulai dari skala kecil dan mengembangkannya secara bertahap.
Motivasi terbesar Aditya saat ini adalah keluarga. Ia ingin membenahi kehidupan, memastikan anaknya tidak pernah merasakan hidup sulit seperti yang ia alami di masa lalu. Ia masih ingat bagaimana ia membantu ayahnya, Pak Hidayat, mengambil kayu bakar, dan orang-orang memandang mereka seperti 'pemulung rongsokan'. Pengalaman pahit itulah yang membentuk karakternya.
Aditya berharap bisa terus mengembangkan usahanya, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga hingga ke pasar internasional. Namun, yang paling ia inginkan adalah bisa menularkan semangat dan keyakinannya kepada orang lain. Bahwa hidup yang sulit adalah pengalaman berharga, dan ketekunan adalah jalan menuju kesuksesan. Kisahnya adalah pengingat, bahwa dari titik terendah sekalipun, dengan kerja keras dan kejujuran, setiap orang memiliki kesempatan untuk mencapai impian tertinggi.
0 Komentar