Kisah ini berawal dari seorang anak yang terlahir dalam kesederhanaan. Ayahnya seorang pedagang kerupuk di pinggir jalan, ibunya ibu rumah tangga yang gigih membuka warung kecil. Di antara tumpukan kerupuk dan aroma bumbu, tumbuh mimpi besar seorang bocah bernama Aldo Sanjaya. Ia ingin menjadi pribadi yang sukses, yang bisa mengangkat martabat orang tua dan membantu banyak orang. Impian itu ia bawa hingga dewasa.
Setelah lulus dari sekolah, Aldo langsung merantau ke Jakarta. Ia bekerja di bagian koperasi sebuah perusahaan, namun hanya bertahan lima bulan. Jiwa wirausahanya bergejolak. Sambil menunggu jadwal masuk kuliah, ia nekat berjualan bendera Agustusan. Keberaniannya berbuah hasil, ia mendapat sedikit keuntungan.
Kuliah sambil berbisnis, itulah yang Aldo jalani. Ia pernah mencoba membuka usaha bersama temannya, sebuah kedai makanan yang sukses hingga bisa membuka cabang. Namun, di tengah jalan, ada perbedaan pandangan yang membuat mereka memutuskan untuk berpisah. Aldo memilih fokus pada kuliahnya, dan setelah lulus, ia kembali memulai segalanya dari nol.
Awal Mula "Kriuk Ceria"
Dengan modal nekat dan tabungan hasil kerja yang hanya Rp300 ribu, Aldo memulai bisnis barunya, Kriuk Ceria. Ia memutar uang itu untuk membeli produk makanan ringan dan perlengkapan pengemasan. Awalnya, ia berjualan di platform Shopee, kemudian merambah ke Tokopedia dan TikTok.
Masa-masa awal adalah masa penuh perjuangan. Pesanan datang tak menentu, kadang satu dua, kadang belasan, lalu turun lagi. Sebagai anak desa di daerah terpencil, ia harus menempuh jarak jauh untuk mengantar pesanan ke ekspedisi. Terkadang, ia harus menerobos hujan, sendirian di atas motor, demi satu atau dua paket yang harus segera dikirim.
"Dulu, tiga sampai empat bulan pertama, pesanan belum stabil. Masih sedikit sekali," kenang Aldo. "Sampai akhirnya, ada rezeki datang dari TikTok. Tiba-tiba, ada seorang content creator yang mengulas produk kami. Videonya viral, dan pesanan melonjak drastis sampai menembus 800 pesanan dalam sehari."
Lonjakan pesanan ini bukan tanpa tantangan. Saat itu, Aldo sempat bingung mencari modal tambahan untuk memenuhi semua pesanan. Untungnya, seorang teman bersedia membantunya dengan meminjamkan uang, sehingga bisnisnya bisa terus berjalan hingga sekarang.
Membangun Kerajaan Camilan Online
Kini, setelah dua tahun lebih berjalan, Kriuk Ceria telah menjadi salah satu pemain besar di dunia camilan online. Aldo fokus pada penjualan makanan ringan, dengan dua produk andalan: Keripik Kaca dan Basreng (Baso Goreng). Semua produknya diproduksi oleh UMKM lokal, menjalin kemitraan yang saling menguntungkan.
"Kami bekerja sama dengan UMKM untuk memproduksi semua produk," jelas Aldo. "Selain membantu mereka, cara ini juga memungkinkan kami untuk memulai dengan modal yang minim. Kami juga bisa memesan produk dengan spesifikasi khusus sesuai permintaan."
Permintaan harian untuk Keripik Kaca mencapai 250 kilogram, sementara Basreng membutuhkan 30-50 kilogram. Keberhasilan ini membuat Aldo bisa mencatatkan omzet yang fantastis. "Omzet per hari bisa Rp10 juta sampai Rp15 juta, bahkan kadang menembus Rp20 juta," ujarnya. "Bulan lalu, omzet kami mencapai Rp180 jutaan. Bulan ini, targetnya Rp300 jutaan."
Namun, di balik kesuksesan yang gemilang, ada tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah kendala retur barang. "Kadang kurir kurang amanah, jadi barang tidak sampai ke pembeli dan akhirnya dikembalikan," cerita Aldo. Ia juga menghadapi masalah pengiriman yang tertunda atau barang yang hilang, di luar kendalinya karena itu sudah menjadi tanggung jawab pihak ekspedisi.
Rahasia Dapur Kriuk Ceria
Aldo percaya bahwa kunci keberhasilan Kriuk Ceria terletak pada beberapa hal. Konsistensi adalah yang utama. "Jangan hanya konsisten membuat konten, tapi juga konsisten menjaga kualitas produk, kemasan, dan hal-hal lainnya," tegasnya.
Ia juga memanfaatkan momentum, seperti tanggal kembar di platform belanja online (misalnya 9.9, 10.10, dst), atau event khusus seperti Ramadan. Mereka mengajukan voucher diskon atau gratis ongkir yang sebagian biayanya ditanggung oleh platform. Ini menjadi strategi jitu untuk menarik lebih banyak pembeli.
Meskipun berjualan di tiga platform besar (Shopee, Tokopedia, TikTok), Aldo mengakui bahwa TikTok adalah penyumbang cuan terbesar. "Awalnya, sekitar 70% pesanan datang dari afiliasi. Kami menyediakan sampel gratis untuk para content creator," ungkapnya. Sistem bagi hasil dengan afiliator saat ini mencapai 7% hingga 8% per produk.
Aldo tidak pernah menyembunyikan kegagalannya. Ia mengaku pernah gagal berkali-kali, termasuk saat memulai bisnis dengan temannya. Namun, kegagalan bukan akhir dari segalanya.
"Kalau gagal, ya harus coba lagi, atau coba hal baru," katanya dengan nada penuh semangat. "Karena kalau enggak mencoba, enggak akan tahu hasilnya. Prinsip saya, kalau bisa bantu orang lain, bantu. Kalau enggak bisa, minimal jangan menyusahkan orang lain."
Kisah Aldo adalah pengingat bahwa mimpi besar bisa dimulai dari hal-hal kecil, bahkan dari serpihan kerupuk. Dengan ketekunan, konsistensi, dan semangat pantang menyerah, kesuksesan bukan lagi sekadar impian, melainkan kenyataan yang bisa diraih. Ia membuktikan bahwa dari modal Rp300 ribu dan tekad baja, seseorang bisa merajut kerajaan bisnis yang bernilai ratusan juta rupiah.
0 Komentar