Motivasi Sukses : Masterpiece Panggilan Hidup yang Terlupakan

Dalam balutan kehidupan yang sangat singkat ini, manusia sejatinya mengemban satu panggilan yang begitu esensial—bahkan terkadang dua atau tiga, namun pada dasarnya, hanya satu tujuan yang paling utama: menciptakan sebuah Masterpiece di dalam hidupnya. Ini bukan tentang lukisan yang mahal atau patung megah, melainkan tentang jejak makna yang kita tinggalkan.

Banyak dari kita terjerumus dalam pemikiran yang salah, sibuk mencari cara untuk "sukses" atau "kaya" seolah-olah kedua kata itu adalah benda mati yang bisa kita raih, genggam, dan miliki. Kita menjadikan sukses sebagai objek yang harus dikejar. Padahal, ini adalah kesalahan fundamental. Sukses, kekayaan, dan ketenaran bukanlah objek. Mereka adalah subjek. Layaknya makhluk hidup, mereka datang kepada kita dengan satu pertanyaan mendasar: Apakah kita punya manfaat? Apakah kita punya dampak bagi banyak orang?

Tugas kita yang sesungguhnya bukanlah mengejar sukses, melainkan menciptakan Masterpiece. Kita harus fokus pada bagaimana caranya agar hidup kita bisa memberikan dampak positif bagi orang-orang di sekitar. Ketika kita berhasil melakukan ini, sukses yang tadinya kita kejar akan datang dengan sendirinya, seperti sebuah hadiah alami dari dampak yang telah kita berikan.

Satu Panggilan, Satu Masterpiece

Untuk bisa menciptakan sebuah Masterpiece, kita harus terlebih dahulu menjadi seorang Master di satu bidang. Ini adalah sebuah perjalanan, bukan sprint. Ada godaan untuk melompat dari satu bidang ke bidang lain, tapi di situlah seringkali kegagalan terjadi. Tidak ada yang pernah bertanya pada saya, "Bagaimana cara menciptakan Masterpiece?" padahal jawabannya sangatlah sederhana: Jadilah yang terbaik. Jadilah nomor satu.

Jika Anda mampu menjadi nomor satu di bidang Anda, sukses akan mengikuti. Pikirkan saja para legenda seperti Martin Luther King yang menguasai seni pidato dan perjuangan sipil, Mother Teresa yang mendedikasikan diri sepenuhnya pada pelayanan, atau Steve Jobs yang menguasai inovasi teknologi. Mereka semua adalah contoh nyata dari orang-orang yang fokus pada satu hal hingga mencapai level penguasaan tertinggi.

Jika kita mengerjakan hal yang sama selama satu tahun, kita menjadi terbiasa.

Jika kita mengerjakannya selama dua tahun, kita akan menjadi ahli.

Jika kita tekuni selama tiga tahun, kita akan menjadi pakar.

Namun, jika kita konsisten selama lebih dari lima tahun, barulah kita akan menjadi Master, mencapai posisi nomor satu.

Jika tidak bisa jadi nomor satu di dunia, jadilah nomor satu di Indonesia. Jika tidak bisa di Indonesia, jadilah nomor satu di kota Anda. Jika itu pun sulit, jadilah nomor satu di komunitas atau bahkan di lingkungan Bintaro Anda. Jika Anda tidak bisa menjadi nomor satu, setidaknya jadilah nomor dua. Dan jika itu pun sulit, maka bekerjasamalah dengan orang nomor satu di bidang itu. Bergabunglah dengan mereka, karena energi dan visi mereka akan membantu Anda berkembang.

Dua Energi untuk Menggapai Masterpiece

Untuk menjadi seorang Master, kita membutuhkan dua jenis energi yang tampaknya berlawanan, namun saling melengkapi. Pertama, energi dari dukungan. Kita butuh orang-orang yang menyukai kita, yang percaya pada kita, dan yang memberikan semangat. Kedua, energi dari kritik. Kita butuh orang-orang yang tidak menyukai kita, yang mengkritik, dan bahkan menyerang.

Mengapa kita butuh keduanya? Bayangkan jika Anda hanya dipuji. Anda akan merasa besar kepala, stagnan, dan tidak termotivasi untuk berkembang. Anda tidak akan bisa menciptakan Masterpiece. Sebaliknya, jika Anda hanya dibenci, kritik akan menjadi bahan bakar yang membakar semangat Anda untuk membuktikan bahwa mereka salah.

Keseimbangan antara dua energi ini adalah kuncinya. Saya sendiri beberapa kali punya uang, lalu habis untuk mencoba berbagai bisnis, seperti membuka restoran. Ada yang berhasil, tapi banyak juga yang gagal. Ketika saya gagal, suara-suara sumbang dari para pengkritik menjadi energi yang justru mendorong saya untuk bangkit.

Cara terbaik untuk mendapatkan kedua energi ini adalah dengan membuat kesalahan sebanyak-banyaknya. Jangan takut jatuh. Jatuh sekarang lebih baik daripada jatuh nanti, karena setiap kesalahan adalah pelajaran berharga yang menguatkan karakter dan mengasah ketrampilan kita.

Jangan Berhenti di Perbatasan

Menciptakan sebuah Masterpiece adalah perjalanan panjang yang penuh liku. Akan ada momen di mana Anda merasa ingin menyerah. Ketika kita memulai hal baru—pekerjaan baru, bisnis baru—kita pasti akan bertemu dengan penolakan dan kegagalan. Satu penolakan, dua, tiga, dan semangat kita mulai kendor.

Mengapa banyak orang berhenti tepat saat mereka hampir mencapai Masterpiece mereka?

Kunci untuk terus maju adalah mengenali perbatasan. Setiap manusia punya batasan dalam hidupnya, dan kita harus tahu kapan kita berada di sana. Tanda-tanda perbatasan itu bisa sangat halus, namun jelas Misalnya, saat alarm berbunyi pukul tujuh pagi setelah semalaman begadang. Anda lelah, namun alarm berbunyi. Ada dua pilihan di depan mata: tekan tombol 'snooze' dan tidur lagi lima menit, atau segera bangun. Ketika ada dua pilihan yang berlawanan—bangun atau tidur—itulah alarm mental yang memberitahu Anda bahwa Anda berada di perbatasan.

Ketika dua pikiran bertarung di kepala Anda—"Berhenti atau lanjut, ya?"—itu adalah tanda bahwa Anda sedang berdiri di perbatasan. Di sana, Anda harus memilih. Apakah Anda akan menyerah atau terus melangkah maju untuk menciptakan Masterpiece yang telah lama Anda impikan?

Arief Arcomedia

Posting Komentar

0 Komentar